Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/08/cara-membuat-link-bergoyang-di-blog.html#ixzz28xrWTRe3
ENO SOCIALIST "Keterasingan Dalam Kemunafikan"

Kamis, 08 Maret 2012

Pemuda dalam Pergerakan Bawah Tanah

Konsep tentang pemuda sering diperberat oleh nilai-nilai. Ada sejumlah ungkapan yang menyatakan bahwa pemuda adalah pemilik masa depan bangsa, pemuda adalah tiang negara. adalah perlu untuk mempertimbangkan patokan-patokan yang menyangkut pemuda berkaitan dengan aspek obyektif yang lebih menunjuk pada kesamaan umur misalnya atau aspek subyektif yang mengacu pada arti yang diberikan oleh masyarakat. Dalam aspek ini masyarakat mengakui bahwa peran yang dimainkan pemuda diliputi oleh kesepakatan terhadap peralihan suasana.
Munculnya harapan yang diinginkan dan kenyataan yang ada melingkupi pemuda, pada dasarnya akan melahirkan sintesis sehingga pemuda bisa menciptakan sejarahnya sendiri atau meneruskan apa yang telah diperbuat atau diciptakan oleh generasi sebelumnya. Pada dasarnya pemuda disebut sebagai masa ”ambang pintu” yang harus bersikap menyongsong hari depan.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas penulis mncoba menguraikan pemuda tahun 1930an dalam hubungannya dengan pergerakan. Budi Utomo sebagai organisasi kebangsaan ternyata diikuti oleh sejumlah organisasi lainnya yang bersifat kedaerahan. Kemudian muncul organisasi Trikoro Dharmo (tiga tujuan mulia) yang berdiri pada tahun 1915, yang meskipun anggotanya bersifat terbuka bagi seluruh orang yang ada di pulau Jawadan Bali, tetapi azasnya menyatakan untuk ”kebudayaan Djawa Raya”. Organisasi-organisasi pemuda kedaerahan, misalnya Jong Sumatranen Bond, Jong Java, yang merupakan kelanjutan dari Trikoro Dharmo sejak 1918, Jong Minahasa, Jong Ambon, Sekar Rukun dan sebagainya yang pada umumnya bersifat anti imperialisme.
Hal yang perlu diperhatikan tentang organisasi pemuda ini adalah organisasi pemuda yang terdapat di negeri Belanda, yaitu Perhimpunan Indonesia (PI) yang dengan tegas bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Sifat revolusioner dari Perhimpunan Indonesia (PI) ternyata besar sekali pengaruhnya terhadap kalangan pergerakan di Indonesia, sampai pada pendirian Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927 di Bandung, yang kemudian berubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Tentang perserikatan ini cukup menarik karena berkaitan dengan sikap pemerintah Hindia Belanda yang represif terhadap partai, seiring dengan ditumpasnya pemebrontakan PKI pada tahun 1926-1927 di Jawa dan Sumatera. Reaksi kaum pergerakan yang dingin terhadap partai mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok studie (Studie Club). Dari sekian banyak organisasi pemuda dihadapkan pada tindakan yang represif oleh pemerintah Hindia Belanda, maka diperlukan wadah tentang pentingnya arti persatuan. Untuk mewujudkan hal ini maka dibentuk Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI) tahun 1927 di Jakarta yang  kemudian dipertegas lagi dengan Kongres Pemuda II tahun 1928 di Jakarta yang kemudian melahirkan ”SUMPAH PEMUDA”.
 Dalam perkembangan selanjutnya organisasi-organisasi pemuda ini melebur diri menjadi Indonesia Moeda dalam kongres di Solo pada tanggal 28 Desember 1930 sampai dengan 2 Januari 1931. Organisasi ini sudah ini sudah mempunyai tujuan yang jelas yaitu untuk lebih memperkuat persatuan dikalangan pemuda dan membangkitkan keinsyafan pada mereka bahwa  mereka adalah satu rakyat dan satu tanah air, melenyapkan provinsialisme dan memberikan tempat pada Indonesia. Dengan memperhatikan aktivitas pemuda pada masa pergerakan, terutama sesudah tahun 1930-an. Setidaknya dapat di temukan dua pola aktivitas.
                                                                                                                               
Pertama
Organisasi yang berada di bawah partai (underbow) organisasi-organisasi politik yang ada pada tahun 1930-an seperti PARTINDO yang berdiri pada tahun 1931 sesudah pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh Sartono, memiliki organisasi pemuda dengan nama Gabungan Muda Partindo (GEMPA) yang merupakan organisasi untuk tingkat pusat. Sedangkan untuk tingkat lokalnya seperti di Yogyakarta dikenal dengan nama Persatuan Pemuda Rakyat. GERINDO yang berpusat di Jakarta, sebagai induknya organisasi ini juga memberikan dukungan kepada politik dan tuntutan anti fasis. Penggalangan front anti fasis dikalangan pemuda, mendidik kader, menegmbangkan kebudayaan dan kesenian yang bersifat kerakyatan. Organisasi saingan PARTINDO yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) untuk tingkat lokal di Malang mendirikan organisasi Suluh Pemuda Indonesia.
                                                                                                                               
Kedua
Organisasi yang tidak berada dibawah partai, tetapi bergerak dikalangan orang-orang terpelajar seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Dimana dalam perkembangannya Unitas Studiosorum Indonesiensis (USI) yang berdiri pada tahun 1933 dan Indonesche Vrouwen Studenten Vereeniging (IVSV) pada tahun 1941 mendirikan Badan Permusjawaratan Pelajar Indonesia (BAPERPI). Kebijakan-kebijakan yang konservatif dari Gubernur Jenderal De Jonge juga dirasakan oleh organisasi-organisasi pemuda. Semisal, Persatuan Pemuda Ra’jat Indonesia (PERPRI) dan Suluh Pemuda Indonesia yang karena hubungannya dengan PARTINDO dan PNI-Baru tidak diperkenankan untuk mengadakan rapat sehingga organisasi ini menjadi lemah.
Dengan mengubah haluan dari radikal ke arah sebaliknya maka organisasi ini dapat menyelamatkan diri. Hal yang sama juga dialami oleh Indonesia muda yang mendapat tekanan cukup berat, karena keterlibatannya dalam bidang politik. Tindakan keras yang diambil polisi terhadap organisasi ini adalah konsekwensi yang harus diterima organisasi tersebut dalam menjalankan propaganda Soekarno tentang perlunya organsiasi ini menerima anggot marhaen yang tidak terpelajar. Akibatnya organisasi ini menjadi organisasi pemuda yang wajar, mengurangi aktivitas politik maka bisa diselamatkan dari bahaya kehancuran.
Pengaruh propaganda yang dilakukan tokoh-tokoh pergerakan seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir melalui tulisan-tulisan sedikit banyak telah memberikan pemahaman politik kepada para pemuda yang tergabung dengan organisasi-organisasi tersebut. Menjelang akhir masa pemerintahan Hindia Belanda, melalui kongres di Yogyakarta pada bulan Desember 1939 berhasil dibentuk badan gabungan yang kemudian berpusat di Jakarta dengan nama Persatuan Gerakan Pemuda Indonesia (PERPINDO) sedangkan untuk di daerah bernama Persatuan Daerah (PERDA). Usaha-usaha yang dilakukan dengan cara memobilisasi masa pada Februari 1940, berupa rapat terbuka yang membicarakan tentang perlunya persatuan dikalangan pemuda. Pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi tuntutan organisasi pemuda melakukan hal yang serupa seperti apa yang diberikan kepada kalangan nasionalis melalui partai-partai kooperatif, yaitu tidak memenuhi berbagai tuntutan tersebut. Seruan-seruan yang dilakukan melalui rapat terbuka dan tulisan dari kalangan pergerakan tentang bahaya fasis tidak menjadikan pemerintah Hindia Belanda memberika konsesi-konsesi kepada kalangan pergerakan tersebut.
Tuntutan untuk membentuk fron anti fasis dari kalangan pemuda tidak ditanggapi, bahkan diambil tindakan yang tegas terhadap para pemimpin pemuda. Tindakan yang sangat keras malah terjadi pada tahun 1942 ketika pemerintah Hindia Belanda menangkapi tokoh-tokoh pemuda seperti A.M Sipatoehar, S.K. Trimurti, Wikana, Asmara Hadi, Inu Kertapati, Pandu Kartawiguna, Imam Poespowinoto, Samsuri, Isa Sutan Sumantri, Sidik Kertapati dan lain-lain. Berbeda dengan kalangan nasionalis yang kooperatif, apa yang dilakukan oleh para pemuda ini bersifat revolusioner. Mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk menggalang persatuan dalam rangka kemerdekaan Indonesia. Kalangan pergerakan tentang ide-ide revolusioner bisa dibuktikan melalui aktivitas politik mereka.
Tentang bagaimana Hatta dan Sjahrir mulai dengan ide-ide mendirikan partai kader dan bukan partai masa sebagaimana sebelumnya terjadi pada PNI. Pemahaman mereka tentang isu kooperasi dan non-kooperasi dalam dunia pergerakan, bagaimana cara mengatasi hubungan pemerintah jajahan dengan negeri terjajah, ide-ide revolusioner dalam rangka pembebasan negara, kalau dilihat dari aktivitas politiknya sangat jelas. Seperti apa yang diakui oleh seorang pemuda tentang perkenalannya dengan organisasi-organisasi non-kooperasi.
Organisasi-organisasi pemuda pada masa 1930-an memberikan pengaruh positif kepada kaum muda. Hal yang menjadi persoalan sekarang apakah  ide-ide yang berkembang pada masa ini, ide tentang perlunya pengorganisasian yang teratur dari pergerakan, ide kooperasi dan non-kooperasi yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari tahun 1920-an, ide tentang perlunya partai kader untuk mendidik kalangan muda yaitu pada masa pendudukan Jepang. Tentang pendidikan ini, Hatta mengulas lebih jauh :

...Pendidikan! Bukan atau belum lagi partai bukan karena khilaf atau curiga diberi nama ’pendidikan’ melainkan dengan sengaja. Tidak perlu tepuk dan sorak kalau kita tidak sanggup berjuanga, tidak tahu menahan sakit. Indonesia merdeka tidak akan tercapai dengan agitasi saja, kita perlu bekerja dengan teratur dari agitasi ke organisasi. Kedaulatan rakyat adalah dasar pendidikan kita. Sudah banyak ’isme’ yang datang ke Indonesia, akan tetapi tidak ada yang dirasakan oleh rakyat seperti cita-cita ’kedaulatan rakyat’. Ini tidak mengherankan karena ia mengandung pengakuan bahwa rakyat yang banyak menjadi jiwa bangsa, bahwa nasib rakyat harus ditetapkan rakyat sendiri. Mendidik rakyat supaya timbul semanagt merdeka itu, itulah pekerjaan kita yang utama. Ini bukan suatu pekerjaan yang mudah dan lekas tercapai, akan tetapi suatu pekerjaan yang berkehendak kepada iman, yakni sabar  dan kemauan yang keras. Dengan agitasi membangkitkan kegembiraan hati orang banyak tetapi tidak membentuk pikiran orang. Karena kerap kali kegembiraan sementara itu lenyap dengan keras. Agitasi baik pembuka jalan! Didikkan membimbing rakyat keorganisasi  ”.
( Mohammad Hatta)

Membuktikan peran kaum pergerakan dalam memajukan pergerakan menuju cita-citanya. Kalangan pemuda yang berperan besar dalam masa pendudukan jepang muncul pertama kali pada tahun 1930-an ini. Berikut akan dibahas tokoh-tokoh pemuda dengan biografi singkatnya.
Soedarpo Sastrosatomo adalah salah seorang tokoh yang pada jaman Jepang berperan sebagai orang yang sangat dekat hubungannya dengan Sutan Sjahrir yang terkenal dengan gerakan Underground dia muncul tahun 1930-an. Soedarpo dilahirkan tahun 1920 di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara berasal dari keluarga Jawa yang menjadi pengurus Budi Utomo di daerahnya dan juga deket dengan kalangan Taman Siswa. Kehidupan masa kecil yang lebih dekat pada kalangan nasionalis tetapi kemudian bersekolah disekolah Belanda. Sikap nasionalisme kemudian tercermin karena lingkungan pergaulan sekitarnya yang memberikan warna kehidupannya.
Tokoh lain yang masuk dalam lingkaran Sjahrir adalah Soedjatmoko yang bersama-sama Soedarpo pada jaman pendudukan Jepang menentang aksi penggundulan kepala yang dilakukan oleh serdadu Jepang terhadap mahasiswa Ikadaigaku. Soedjatmoko lahir tahun 1922, dikenal sebagai seorang intelektual yang mengkhususkan diri pada teori-teori ilmu sosial dan politik. Soedjatmoko pada masa kecilnya tinggal di negeri Belanda dan setelah masa pendudukan Jepang Soedjatmoko adalah anggota Unitas Studiosorum Indonesia (USI) bersama-sama Soedarpo, Andi Zainal, dan Amir Hamzah menjadi anggota kelompok studi yang di organisir oleh Amir Sjarifuddin. Dari pengalamannya menjadi anggota kelompok studi itu dan pergaulannya pada masa penduddukan, dapat dikatakan mempunyai mentor tiga orang, yaitu Amir Sjarifuddin, Soekarno dan Sjahrir.
Pamudji, pada permulaannya adalah seorang yang di rekrut pertama kali oleh Muso. Dalam perkembangannya kemudian ia masuk kedalam kelompok Amir Sjarifuddin. Pada awal pendudukan Jepang terlibat dalam usaha-usaha gerakan bahwa tanah yang dibiayai Van Der Plas, yang kemudian ketika ditangkap dijatuhi hukuman mati oleh Jepang pada bulan Januari 1943.
Subandi Widarta berasal dari kediri, kemudian menjadi anggota Suluh Pemuda Indonesia cabang Surabaya sejak tahun 1930-an. Setelah kunjungan rahasia Muso ke Surabaya pada tahun 1935, ia bekerja di pabrik minyak BPM. Ketika pada pertengahan tahun 1942, pemerintah Jepang menangkap para pemimpin PKI bawah tanah, maka pemimpin organisasi itu beralih kepada selama pendudukan.

Tidak ada komentar: