Proklamasi kemerdekaan
Indonesia, pada hari Jum’at 17 Agustus 1945
Jam 10:00 WIB, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang diproklamirkan
oleh Ir. Soekarno yang didampingi Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No.
56 Menteng Jakarta Pusat.
Pada tanggal 6 Agustus 1945
sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat
yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. sehari
kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
dalam bahasa Jepang”Dokuritsu Junbi Cosakai”. Berganti nama menjadi
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang ”Dokuritsu
junbi Inkai”. Untuk lebih mempertegas keinginan dan tujuan mencapai
kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan
di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat
dan Sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamirkan
kemerdekaanya.
Soekarno dan Hatta selaku
pimpinan PPKI dan Rajiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI
diterbangkan ke Dalat, 250 KM di sebelah timur laut Saigo Vietnam untuk bertemu
Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang
kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di
Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Sjahrir telah mendengar berita
lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu. Para pejuang bawah tanah
bersiap-siap memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945
Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam mengatakan kepada Soekarno,
Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan
kepada Indonesia dan Proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa
hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945, dua hari kemudian saat
Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat Vietnam, Sutan
Sjahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap
hasil pertemuan di Dalat Vietnam sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang
setiap saat sudah harus menyerah kepada sekutu dan demi menghindari perpecahan
dalam kubu nasionalis antara anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada
Sjahrir tentang hasil pertemuan di Dalat Vietnam.
Soekarno belum yakin bahwa
Jepang memang telah menyerah dan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia saat
itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, juga berakibat sangat fatal
jika para pejuang Indoensia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa
Sjahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Sjahrir menganggap PPKI
adalah badan buatan Jepang dan Proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan
hadiah dari Jepang.
Pada tanggal 14 Agustus 1945
Jepang menyerah kepada sekutu. Tentara dan angkatan laut Jepang masih berkuasa
di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di
Indonesia ke tangan sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang
akan bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidang ingin
terburu-buru, meraka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda
tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita
sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi
penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di
kantornya di Koningspein (Medan Merdeka) tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno, Hatta dan Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda
Maeda di Jl. Medan Merdeka Utara. Maeda menyambut kedatangan mereka
dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat Vietnam, sambil
menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari
Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoensia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus
1945. keesokan harinya di kantor Pejambon Nomor 2 guna membicarakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan persiapan proklamasi kemerdekaan. Sehari kemudian,
gejolak tekanan yang menghendaki pengambil alihan kekuasaan oleh Indonesia
makin memuncak dilancarkan para pemuda pergerakan bawah tanah kelompok Sjahrir
dan beberapa golongan. Rapat PPKI pada tanggal 16 Agustus pukul 10 pagi tidak
dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.
Peristiwa Rengas Dengklok
Para pemuda pejuang, termasuk
Chaerul Saleh, Sukarni dan Wikana yang konon kabarnya terbakar gelora Heroismenya
setelah berdiskusi dengan ibrahim gelar Datuk Tan Malaka yang
tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran dan pada dini hari
tanggal 16 Agustus 1945 bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota
PETA dan pemuda lain mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang
baru berusia 9 Tahun) dan Hatta ke
Rengasdengklok, Karawang Jawa Barat. Yang kemudian terkenal sebagai peristiwa
Rengasdengklok.
Tujuannay adalah agar
Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang, disini mereka kembali
meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap
untuk melawan Jepang apapun resikonya. Di Jakarta golongan muda Wikana dan
golongan tua Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indoensia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke
Jakarta. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak
terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka
pulang ke rumah masing-masing.
Mengingat Hotel Des Indes
(sekarang komplek pertokoan di Harmoni, Jakarta Pusat) tidak dapat digunakan
untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai
tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indoensia. Pertemuan
Soekarno, Hatta dengan Mayor Jenderal Nishimura dan Laksamana Muda Maeda. Mayor
Jenderal Moichiro Yamamoto, kepala staff tentara ke XVI (angkatan darat) Jepang
yang menjadi kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia
Belanda tidak mau menerima Soekarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan
memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, kepala Departemen Urusan
Umum pemerintahan militer Jepang untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.
Nishimura mengemukakan bahwa
sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo
bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberikan izin untuk
mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan
oleh Marsekal Terauchi di Dalat , Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali
keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang
bersemangat bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh sekutu. Akhirnya
Soekarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan mengahlangi kerja PPKI, mungkin
dengan cara pura-pura tidak tahu. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda
dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar
Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung
angkatan laut (kaigun) didaerah angkatan darat (rikugun) dia
tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura,
Soekarno-Hatta menuju rumah Laksamada Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1)
diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapka teks proklamasi.
Setelah menyapa Soekarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura,
Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks proklamasi
dilakukan oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh
Soekarni, B.M. Diah, Sudiro dan Sayuri melik.
Myoshi yang setengah mabuk
duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian
ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan
teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti
kekuasaan administratif. Tentang hal ini Soekarno menegaskan bahwa pemindahan
kekuasaan itu berarti “tansfer of power”. Hatta, Subardjo, B.M Diah,
Sukarni, Sudiro dan Sajuti Melik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima
tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan. Sajuti Melik
menyalin dan menegtik naskah tersebut menggunakan mesik ketik yang diambil dari
kantor perwakilan Al Jerman, milik Mayor (laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awal
pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, alasan keamanan
dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 (Sekarang
Jalan Proklamasi).
Perundingan antara golongan
muda dan golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indoensia
berlangsung pukul 02.00 s/d 04.00 WIB dini hari. Teks proklamasi ditulis di
ruang makan di Laksamana Tadashi Maeda Jalan Imam Bonjol No.1. Para penyusun
teks proklamasi itu adalah Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Subardjo. Konsep
teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Diruang depan, hadir B.M. Diah,
Sajuti Malik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani
teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks
proklamasi itu diketik oleh Sajuti Melik. Pagi harinya 17 Agustus 1945,
dikediaman Soekarno Jalan Peganggsaan Timur 56 telah hadir antara lain
Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada
pukul 10.00 WIB dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato
singkat tanpa teks. Kemudian bendera merah putih yang telah dijahit oleh Ibu
Fatmawati, dikebarkan dan disusul dengan sambutan oleh Soewirjo wakil walikota
Jakarta saat itu dan Moewardi pimpinan Barison Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta
untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera
sebaiknya dilakuakn oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklaj Latief
Hendraningrat seorang prajurit PETA dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut.
Seorang pemuda muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera merah putih
(sang saka merah putih) yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya.
Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indoensia Raya. Sampai saat
ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barsian
pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui
perubahan tempat mendadak dari Lapangan Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut
Soekarno mengulang pembacaan proklamasi namun ditolak. Akhirnya Hatta
memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18 Agustur 1945
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoensia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan
dan menetapkan Undang-undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik
Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. dengan demikian
terbentuklah pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk
Republik (NKRI) denagn kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyart (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah
itu Soekarno dan Hatta terpilih atas usul dari Otto Iskandardinata dan
persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik
Indoensia yang pertama. Presiden dan
wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Cara penyebaran teks proklamasi kemerdekaan
Indonesia
Gedung Menteng 31 yang
digunakan sebagai tempat pemancar radio yang baru. Wilayah Indonesia sanagtlah
luas, komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas.
Disamping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oelh
pasukan Jepang di Indoensia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita
proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama diluar pulau
Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang pada kahirnya peristiwa
proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indoensia.
Peneybaran proklamasi kemerdekaan
17 agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera
menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks prolamasi telah sampai ditangan
kepala bagian radio dari kantor Domei (sekarang kantor berita ANTARA) Waidan B.
Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama
Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis) supaya berita
proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz
melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil
marah-marah sebab mengetahu berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui
udara.
Meskipun orang Jepang etrsebut
memerintahkan penghentian siaran berita prokalamsi, tetapi Waidan Palenewen
tetap meminta F. Wuz terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekan diulangi
setiap setengah jam sampai pukul 16.00 WIB saat siaran berhenti. Akibat dari
penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat
berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar
tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun
pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro
(seorang pembaca berita di radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan
bantuan teknisi radio diantaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan
Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31 deangn kode panggilan
DJK 1. dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para
pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers
dan surat selebaran. Hampir semua harian di Jawa dalam penerbitan tanggal 20
Agustus 1945 membuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undnag-undnag Dasar
Negara Republik Indoensia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran
pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang
melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sajuti Melik, dan Sumanang.
Proklamasi kemerdekaan juga
disebarluaskan kepada rakyat indoensia melalui pemasangan plakat, poster,
maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api. Misalnya dengan
slogan Respect our Constitution, August 17 ! (hormatilah konstitusi kami
tanggal 17 Agustus !). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya
berita prolamasi kemerdekaan Indoensia dapat tersebar luas diwilayah Indoensia
dan di luar negeri. Disamping memalui media masa, berita proklamasi juga
disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI.
Berikut para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
-
Teuku Mohammad Hasan dari Aceh
-
Sam Ratulangi dari Sulawesi
-
Ketut Pudja dari Sunda Kecil
(Bali)
-
Hamidan dari Kalimantan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar