Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/08/cara-membuat-link-bergoyang-di-blog.html#ixzz28xrWTRe3
ENO SOCIALIST "Keterasingan Dalam Kemunafikan"

Kamis, 08 Maret 2012

SOSIALISME

Pengertian
Sosialisme (sosialism) secara etimologi berasal dari bahasa Prancis “social” yang berarti kemasyarakatan. Istilah sosialisme pertama kali muncul di Prancis sekitar tahun 1830.  Umumnya sebutan itu dikenakan bagi aliran yang masing-masing hendak mewujudkan masyarakat yang berdasarkan hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan atau swasta yang hanya memperoleh laba tetapi semata-mata untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Dalam arti tersebut ada empat aliran yang dinamakan sosialisme; sosialis demokrat, komunisme, anarkisme dan sinkalisme. Sosialisme ini muncul kira-kira pada awal abad 19, tetapi gerakan ini belum berarti dalam lapangan politik. Baru sejak pertengahan abag 19 yaitu sejak terbitnya buku Karl Marx, ”Manifes Komunis” tahun 1848. sosialisme itu sebagai faktor yang sangat menetukan jalannya sejarah umat manusia.
Sosialisme adalah pandangan hidup dan ajaran kemasyarakatan tertentu yang berhasrat mengusai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil-hasil produksi secara merata. Sosialisme sebagai ideologi politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang dianggap benar oleh para pengikutnya menegnai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan revolusi, persuasi, konstitusional parlementer, dan tanpa kekerasan.
Sosialisme sebagai ideologi politik timbul dari keadaan yang kritis di bidang sosial, ekonomi dan politik akibat revolusi industri. Adanya kemiskinan, kemelaratan, kebodohan kaum buruh, maka sosialisme berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan secara merata. Dalam perkembangan sosialisme terdiri dari berbagai macam bentuk seperti sosialime utopia, sosialisme ilmiah yang kemudian akan melahirkan berbagai aliran sesuai dengan nama pendirinya atau kelompok masyarakat pengikutnya seperti Marxisme-Leninisme, Febianisme, dan Sosialis Demokratis. Sosialisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada masyarakat bangsa yang memiliki tradisi demokrasi yang kuat.
Sosialisme yang ada disetiap negara memiliki ciri khas sesuai dengan kondisi sejarahnya. Dalam sosialisme tidak ada garis sentralisasi dan tidak bersifat internasional. Sosialisme di negara-negara berkembang mengandung banyak arti, sosialisme berarti cita-cita keadilan sosial; persaudaraan; kemanusiaan dan perdamaian dunia yang berlandaskan hukum; dan komitmen pada perencanaan. Di negara-negara barat yang lebih makmur, sosialisme diartikan sebagai cara mendistribusikan kekayaan masyarakat secara lebih merata sedangkan di negara berkembang sosialisme diartikan sebagai cara mengindustrilisasikan negara yang belum maju atau membangun suatu perekonomian industri dengan maksud menaikan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat.

Filsafat Marxisme
Secara historis, filsafat Marxisme adalah filsafat perjuangan kelas buruh untuk menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme. Sejak filsafat ini dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels tahun 1840-an dan terus berkembang. Filsafat ini telah mendominasi perjuangan buruh secara langsung maupun tidak langsung. Kendati usaha-usaha para akademisi borjuis untuk menghapus ataupun menelikung Marxisme, filsafat ini terus hadir didalam sendi-sendi perjuangan kelas buruh.
Oleh karena filsafat ini adalah miliknya buruh dan bukan hanya milik kaum intelektual. Marx menuangkan pemikirannya bukan untuk kaum intelektual dan para filsuf terpelajar, tetapi untuk digunakan kaum buruh dalam perjuangannya. Dalih bahwa buruh terlalu bodoh untuk bisa memahami dasar-dasar filsafat Marxisme adalah tidak lain usaha kaum borjuasi untuk memisahkan burh dari filsafat perjuangannya. Tidak ada yang bisa memisahkan burh dari filsafatnya karena dalam kesehari-hariannya buruh menghidupi filsafat ini dalam aktivitasnya di pabrik. Alhasil, burulah yang pada akhirnya mampu merenggut filsafat ini untuk digunakan dalam perjuangan melawan kapitalisme. Sejarah telah menunjukan bahwa pasukan kaum intelektual bersenjata Marxisme tidak pernah mencapai sejauh pasukan kaum buruh dengan senjata yang sama.
Marxisme adalah kata lain untuk sebuah filsafat yang bernama dialektika materialisme. Dialektika dan Materialisme adalah dua filsafat yang dikembangkan oleh filsuf-filsuf barat dan juga filsuf-filsuf timur yang kemudian disatukan, disintesiskan, oleh Marx menjadi Dialektika Materialisme. Untuk memahami pokok-pokok Marxisme kita bisa memecahkannya menjadi tiga bagian seperti yang dipaparkan oleh Lenin; Dialektika Materialisme, Sejarah Materialisme, dan Ekonomi Marxis.
Ketiga bagian ini yang biasanya menjadi bagian utama dari Marxisme. Namun pada dasarnya, sejarah Materialisme adalah pemahaman sejarah dengan metode Dialektika Materialisme, dan Ekonomi Marxis  adalah pemahaman ekonomi dengan metode Dialektika Materialisme. Semua aspek kehidupan bisa ditelaah dengan Dialektika Materialisme, kebudayaan, kesenian, ilmu sains, dan lain-lain. Semua ini bisa dipelajari dengan metode Dialektika Materialisme, dan hanya dengan metode ini kita bisa memahami bidang-bidang tersebut dengan sepenuh-penuhnya.
Jadi pada dasarnya pokok dari Marxisme adalah Dialektika Materialisme. Oleh karenanya kita akan memulai dari pemahaman Dialektika Materialisme. Tanpa pemahaman Dialektika Materialisme, maka kita tidak akan bisa memahami sejarah Materialisme dan Ekonomi Marxis.    
 
Materialisme
Ketika kita berbicara mengenai Materialisme, kita berbicara mengenai filsafat Materialisme yang berseberangan dengan filsafat idealisme. Disini kita harus membedakan Materialisme yang kita kenal dalam perbincangan sehari-hari. Biasanya kalau kita mendengar kata materialisme, kita lantas berfikir ini berarti hanya memikirkan kesenangan duniawi, hanya suka berpesta pora, mementingkan uang diatas segala-galanya. Dan ketika kita mendengarkan kata idealisme, kita lalu berfikir ini berarti orang yang punya harapan, yang bersahaja dan punya mimpi dan cita-cita mulia. Pengertian sehari-hari ini bukanlah pengertian yang sesungguhnya untuk Materialisme dan Idealisme dalam artian filsafat.
Sepanjang sejarah filsafat ada dua kubu, yakni kubu idealisme dan kubu materialisme. Filsuf-filsuf awal Yunani Plato dan Hegel adalah kaum idealis. Mareka melihat dunia sebagai refleksi dari ide, pemikiran atau jiwa seorang manusia atau seorang makhluk maha kuasa. Bagi kaum idealis, benda-benda materid atang dari pemikiran. Sebaliknya kaum Materialis melihat bahwa benda-benda materi adalah dasar dari segalanya, bahwa pemikiran, ide, gagasan, semua lahir dari materi yang ada di dunia nyata. Ini bisa kita lihat dengan mudah. Sistem angka kita yang mengambil bilangan sepuluh, ini adalah karena kita manusia memiliki sepuluh jari sehingga kita pun menghitung sampai sepuluh. Bilamana manusia punya dua belas jari, tidak akan aneh kalau sistem angka kita maka akan mengambil bilangan dua belas bukan sepuluh. Jadi konsep dasar matematika bukanlah sesuatu yang datang dari langit, bukanlah sesuatu yang tidak ada dasar materinya. Kaum idealis akan berfikir bahwa bilangan sepuluh ini adalah konsep abadi yang akan selalu ada dengan atau tanpa kehadiran manusia berjari sepuluh.
Bahkan alam sadar kita adalah produk dari materi yakni otak kita sebagai salah satu organ tubuh kita. Bilamana otak kita rusak karena cedera, maka kita pun akan kehilangan kesadaran kita. Otak kita tidak lain adalah kumpulan sel-sel yang bekerja dengan zat-zat kimia. Maka tidak heran kalau kita menenggak banyak alkohol maka kesadaran kita pun akan terpengaruh, atau kalau kita mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau minum obat sakit kepala paramex yang bisa menghilangkan rasa sakit kepala kita. Kaum idealis sebaliknya mengatakan bahwa kesadaran manusia ini tidak ada sangkut pautnya dengan otak, bahwa kesadaran manusia itu abadi. Ilmu sains telah menihilkan idealisme dan sekarang kita tahu kalau otak adalah dasar materi dari kesadaran kita.
Kesadaran kita, cara berfikir kita, tabiat-tabiat kita, semua ini adalah akibat dari interaksi kita dengan lingkungan sekeliling kita, yakni dunia materi yang ada di sekita kita. Petani cara berfikirnya beda dengan buruh karena mereka dalam kesehari-hariannya kerja bercocok tanam di sawah, sedangkan buruh harus bekerja di pabrik dengan ratusan buruh lain dan mesin-mesin yang menderu. Oleh karenanya pun metode perjuangan buruh berbeda dengan kaum tani dan juga kesadarannya. Buruh karena terlempar masuk ke pabrik dalam jumlah ratusan dan ribuan punya kesadaran solidaritas dan berorganisasi yang pada umumnya lebih tinggi daripada kaum tani. Buruh membentuk serikat-serikat buruh, yang dalam sejarah secara umum merupakan lokomotif sejarah. Sedangkan petani karena biasanya bekerja terpisah-pisah dalam ladang mereka masing-masing solidaritas dan kesadaran berorganisasi mereka umumnya lebih rendah. Kita mengatakan secara umum karena kita tidak menihilkan bahwa ada juga petani-petani yang berorganisasi membentuk serikat tani. Misalnya dulu di Indonesia ada Barisan Tani Indoensia (BTI) yang sangat besar dan kuat, namun BTI pun eksis karena dorongan Partai Komunis Indonesia, yakni partai yang secara historis berbasiskan pada kelas buruh Indonesia. selain itu sejarah juga membuktikan bahwa pada umumnya organisasi buruh lebih matang, kuat dan konsisten daripada organisasi tani.
Dari contoh ini, tampaknya mudah bagi kita untuk menerima Materialisme sebagai filsafat kita. Namun, didalam kehidupan sehari-hari ternyata idealisme merasuk ke dalam cara berfikir kita tanpa kita sadari. Kaum kapitalis pun giat menyebarkan idealisme ke dalam cara berfikir rakyat pekerja guna melanggengkan kekuasaan mereka. Ditanamkan kedalam pikiran kita bahwa ada yang namanya itu sifat alami manusia, dan bahwa sifat alami manusia ini adalah serakah dan egois. Oleh karena sifat alami manusia ini maka kapitalisme, sistem masyarakat yang berdasarkan persaingan antara manusia karena keserakahan mereka, adalah sistem yang paling alami dan akan eksis selama-lamanya sebagai sistem yang sempurna dan akhir. Pembenaran yang sering kita dengar dari para pembela sistem kapitalisme.
Kaum Materialis berfikir berbeda, bahwa sifat serakah dan egois manusia ini bukanlah sifat alami, bukanlah sebuah ide atau gagasan di dalam pikiran manusia yang jatuh dari langit. Materialisme mengajarkan bahwa sifat manusia itu adalah hasil dari interaksinya dengan dunia materi di luarnya, bahwa kesadaran manusia ditentukan oleh keberadaan sosialnya. Maka itu, sifat serakah dan egois manusia ini sesungguhnya adalah hasil dari sistem produksi dan sosial yang ada sekarang ini. maka memang tidak heran kalau kita melihat keserakahan dan keegoisan di masyarakat kita, karena sistem produksi kita membuat atau lebih tepatnya memaksa manusia menjadi seperti itu. keserakahan dan keegoisan manusia yang kita saksikan di jaman dahulu, ketika sistem produksi dan sosialnya bukanlah kapitalisme. Dari sudut pandang ini maka kita ubah sistem produksi dan sosial masyarakat, maka akan berubah juga tabiat dasar manusia. Perubahan ini tidak akan terjadi dalam sekejap, namun penggulingan kapitalisme dan pembangunan sosialisme akan menyediakan pondasi untuk pembangunan karakter manusia yang baru yang tidak berdasarkan keserakahan, tetapi berdasarkan semangat gotong royong yang sejati-jatinya.
Dari sini kita bisa lihat bagaimana filsafat idealisme ini pada dasarnya kontra revolusioner karena filsafat ini membenarkan kapitalisme sebagai sistem yang alami dan kekal. Sedangkan Materialisme adalah filsafat yang revolusioner, karena ia mengajarkan kita bahwa kapitalisme bukanlah sistem yang lahir dari apa yang disebut tabiat alami manusia tetapi justru sebaliknya bahwa tabiat manusia itu adalah hasil dari sistem sosial yang ada. Akan tetapi Materialisme tanpa Dialektika adalah Materialisme yang formalis dan kaku. Tanpa Dialektika, Materialisme tidaklah lengkap untuk bisa menjelaskan dunia.
    
Dialektika
Dialektika adalah satu cara pandang atas sesuatu dalam keadaan geraknya dan bukan dalam keadaan diamnya. Proposi dasar Dialektika adalah bahwa segala hal selalu ada dalam proses perubahan yang dinamik, yang sering kali prosesnya tidak terlihat dan tidak bergerak dalam garis lurus.
Untuk memudahkan kita memahami Dialektika, ada tiga hukum utama gerak Dialektika yang bisa kita rangkum ;
1.       Perubahan kuantitas menjadi kualitas.
2.       Kutub berlawanan yang saling merasuki
3.       Negasi dari negasi  

Perubahan kuantitas menjadi kualitas
Ada dua jenis perubahan, yakni perubahan kuantitas dan perubahan kualitas. Perubahan kuantitas adalah satu jenis perubahan yang hanya menyentuh besaran dari sesuatu hal atau benda. Sedangkan perubahan kualitas adalah sebuah perubahan dari satu sifat ke sifat yang lain. Di alam maupun ilmu sosial, kita dapat menyaksikan dua jenis perubahan ini. Hukum Dialektika mengajarkan bahwa pada saat tertentu perubahan kuantitas bisa beralih menjadi perubahan kualitas, bahwa perubahan tidak selalu berada dalam garis lurus tetapi pada momen tertentu mengalami loncatan.
Banyak sekali contoh di alam yang menggambarkan Hukum Dialektika ini, misalnya mendidihnya air. ketika kita menaikkan suhu air satu derajat dari 20 derajat ke 21 derajat, tidak ada perubahan kualitas. Air masih berbentuk air, yang terjadi hanya perubahan kuantitas. Kita bisa terus menaikkan suhu air ini satu derajat per satu derajat, hingga suhu air mencapai 99 derajat, dan air pun masih berbentuk air. Tetapi ketika kita naikkan satu derajat lagi dari 99 derajat ke 100 derajat, maka sesuatu loncatan terjadi sebuah perubahan kualitas air. Air mendidih dan berubah menjadi uap. Jadi perubahan satu derajat (perubahan kuantitas) mengakibatkan mendidihnya air menjadi uap (perubahan kuantitas). Hal yang sama juga benar untuk perubahan dari air menjadi es.
Tetapi Hukum Dialektika ini tidak terbatas pada alam saja, tetapi juga pada hubungan sosial manusia. Revolusi adalah perubahan kualitas. Masyarakat tidak berubah dengan perlahan-perlahan atau gradual, tetapi bergerak dengan loncatan-loncatan. Revolusi Prancis 1789, Komune Paris 1871, Revolusi Inggris, Revolusi Rusia, Revolusi Tiongkok, dan lain-lain. Semua ini adalah perubahan kualitas di dalam gerak masyarakat tetapi tidak hanya revolusi saja yang merupakan perubahan kualitas, kontra revolusi pun loncatan, sayangnya loncatan ke belakang. G30S (Gerakan 30 September) dan periode pembantaian 1965-1966 dapat dilihat sebagai sebuah perubahan kualitas di dalam gerakan buruh Indonesia, yakni perubahan dari periode revolusioner ke periode reaksi sebuah loncatan ke belakang.
Ledakan gerakan Reformasi 1998 pun adalah satu contoh perubahan kualitas. Setelah 32 tahun di bawah cengekraman rezim Presiden Soeharto, dimana tampak dipermukaan tidak ada perubahan kesadaran sama sekali kendati kesengsaraan rakyat yang makin parah, akhirnya ini semua berubah pada tahu 1997-1998. Rezim kediktatoran Soeharto sudah tidak bisa lagi ditahan dan rakyat pun hilang rasa takutnya dan terjadi loncatan kesadaran.
Revolusi Tunisia juga memberikan kita suatu contoh lagi akan peralihan dari perubahan kuantitas bmenjadi kualitas. Banyak orang pintar mengutarakan bahwa Revolusi Tunisia ini disebabkan oleh pembakaran diri Mohamed Bouazizi seorang penjual buah. Mohamed Bouazizi sering ditindas oleh polisi dan akhirnya dia tidak tahan lagi akan penindasan ini sehingga mengkahiri nyawanya dengan membakar diri. Pembakaran dirinya lalu menyulut Revolusi Tunisia yang berakhir menumbangkan kediktatoran Ben Ali. Namun dia bukan satu-satunya pedagang pasar yang sering ditindas aparat keamanan, dan ia bukanlah yang pertama yang bunuh diri karena tidak tahan kesengsaraan hidup. Di Indoensia sendiri, kita sering baca berita mengenai orang-orang miskin yang bunuh diri karena kemiskinan. Jadi pembakaran diri Mohamed Bouazizi bisa dilihat sebagai sebuah perubahan kuantitas yang lalu berubah menjadi perubahan kualitas. Dia adalah satu tetes air yang membuat bendungan kemarahan rakyat yang meluap. Seperti kata Engels :

necessity expresses it self through accident”  
(Friedrich Engels) 
Keniscayaan mengekspresikan dirinya lewat kecelakaan atau kebetulan.  Situasi masyarakat Tunisia memang sudah sangat panas, dan hanya butuh satu derajat celsius saja untuk membuatnya mendidih, dan satu derajat ini diwakili oleh pembakaran Mohamed Bouazizi.
     
Kutub berlawanan yang saling merasuki
Hukum Dialektika  kedua adalah kutub berlawanan yang saling merasuki. Hukum ini mengajarkan kepada kita bahwa kontradiksilah yang menggerakkan dunia. Akal sehat mencoba membuktikan bahwa semua kekuatan yang saling bertentangan adalah eksklusif satu sama lain, bahwa hitam adalah hitam, dan putih adalah putih. Akal sehat mencoba menyangkal kontradiksi sebagai bagian dari proses. Dialektika menjelaskan bahwa tanpa kontradiksi maka tidak ada gerak, tidak ada proses.
Hidup dan mati adalah dua hal yang saling bertentangan, tetapi mereka adalah dua proses yang saling merasuki. Kita hidup, jantung kita bergerak, memompa darah ke seluruh tubuh kita untuk memasok oksigen dan nutrisi ke setiap sel tubuh kita supaya mereka bisa hidup dan tumbuh. Tetapi pada saat yang sama, puluhan ribu sel di dalam tubuh kita mati setiap detiknya hanya untuk digantikan oleh yang baru. Proses hidup dan mati ini saling merasuki di dalam tubuh kita sampai kita menghela napas terakhir kita. Proses ini yang menggerakan kita.
Begitu pula masyarakat kita, yang bergerak karena kontradiksi. Revolusi sosial terjadi katika tingkat produksi manusia sudah bertentangan dengan sistem sosial yang ada. Inilah basis dari setiap revolusi di dalam sejarah umat manusia, dari jaman komunisme primitif, ke jalan perbudakan, ke jalan feodalisme, dan sekarang jaman kapitalisme. Kontradiksi antara tingkat produksi dan sistem sosial terus saling berbenturan, saling merasuki, dan menjadi motor penggerak sejarah. Di jaman kapitalisme, kontradiksinya adalah antara sistem produksi yang bersifat sosial dengan nilai surplus yang diapropriasi secara individual. Tidak ada satupun buruh yang bisa mengatakan bahwa dia sendirilah yang memproduksi sebuah komputer misalnya. Ribuan bahkan ratusan ribu buruh dari berbagai industri bekerja bersama memproduksi ribuan komponen terpisah yang lalu dirakit menjadi sebuah komputer. oleh karenanya sistem produksi kapitalisme adalah sistem produksi sosial. Namun nilai surplus, atau produk tersebut tidak menjadi milik sosial dan hanya menjadi milik pribadi, yakni segelintir pemilik alat produksi tersebut. Kontradiksi inilah yang lalu membawa perjuangan kelas kadang terbuka kadang tertutup antara burh dan kapitalis yang terus menerus mendorong masyarakat kita.

Negasi dari negasi
Hukum Dialektika yang ketiga adalah negasi dari negasi. Hukum ini bersinggungan dengan watak perkembangan melalui serangkaian kontradiksi yang terus menerus menegasi dirinya. Namun penegasian ini bukanlah penyangkalan penuh bentuk yang sebelumnya, tetapi penegasian dimana bentuk yang sebelumnya dilampaui dan dipertahankan pada saat yang sama. Manifestasi nyata hukum ini dapat kita lihat disekitar kita. Contohnya adalah perkembangan sebuah tanaman. Sebuah benih yang jatuh di tanah, setelah mendapatkan air dan cahaya matahari tumbuh menjadi kecambah, lalu kecambah ini terus tumbuh menjadi dewasa dan bila waktunya tiba maka kuncup-kuncup bunga pun muncul. kuncup bunga ini kemudian menjadi sebuah bunga dan bunga kecambah menegasi benih biji yang lalu dinegasi oleh kuncup bunga. Kuncup bunga ini lalu dinegasi oleh bunga yang mekar, yang lalu dengan sendirinya dinegasi lagi oleh buah dengan biji-biji di dalamnya. Setiap tahapan ini berbeda secara kualitas, saling menegasi tetapi masih mengandung esensi dari tahapan sebelumnya. Setiap tahapan pertumbuhan tanaman ini terus bergerak menjadi satu kesatuan organik.
Benih-benih baru tersebut akan mengulangi siklus yang sama lagi. Namun benih-benih baru ini tidak akan sama dengan benih yang sama karena dalam proses pembentukkannya ia telah menyerap berbagai elemen-elemen dari luar. Dalam bahasa sainsnya genetika benih baru ini telah mengalami perubahan melalui mutasi genetika yang disebabkan oleh berbagai faktor dan proses seperti sinar ultraviolet matahari, zat-zat kimia, dan sebagainya. Melalui proses polinasi antar tanaman. Tumbuhan ini mengalami evolusi dan terus berubah. Jadi siklus pertumbuhan tanaman bukanlah sebuah lingkaran tertutup yang harus berputar-putar dan mengulang-ulang. Tetapi sebuah siklus yang berbentuk spiral yang bisa terus naik dan juga bisa turun yang kalau dilihat dari satu sudut saja tampak seperti berputar-putar di satu tempat, tetapi kalau dilihat secara keseluruhan perputaran ini tidak diam di tempat tetapi bergerak naik secara spiral.
Sejarah pun demikian, para sejarawan borjuis terus mencoba membuktikan dan menanamkan di dalam pikiran rakyat kalau sejara ini hanyalah sebuah pengulangan yang tidak berarti yang terus bergerak dalam lingkaran tanpa akhir. Sementara Dialektika melihat sejarah sebagai sebuah perkembangan yang di permukaan mungkin tampak seperti pengulangan tak berarti namun pada kenyataannya ia bergerak terus ke bentuk yang lebih tinggi karena diperkaya oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya. Begitu juga dengan perkembangan gagasan dan sains di dalam masyarakat. Para alkemis zaman pertengahan memimpikan sebuah ”batu filsuf” yang mereka percaya bisa mengubah timah menjadi emas.
Di dalam pencarian utopis mereka ini, para alkemis ini menemukan berbagai pengetahuan kimia dan teknik-teknik kimia yang lalu menjadi pijakan awal untuk ilmu kimia modern. Dengan perkembangan ilmu sains yang berbarengan dengan perkembangan kapitalisme dan industri, ilmu kimia pun tidak lagi digunakan untuk mencari batu filsuf dan orang-orang yang masih memimpikan transmutasi timah menjadi emas dianggap gila. Menajdi sebuah hukum bahwa sebuah elemen tidak akan bisa diubah menjadi elemen yang lain. Akan tetapi di dalam perkembangannya ditemukan bahwa ternyata mungkin untuk mengubah satu elemen menjadi elemen yang lain dan bahkan secara praktek ini sudah terbukti. Jadi setelah berabad-abad alkemis menjadi sebuah kenyataan. Tentunya secara ekonomi biaya untuk mengubah timah menjadi emas terlampau besar sehingga membuatnya menjadi tidak praktis.
Di masa depan, bila tingkat teknologi dan produksi sudah mencapai ketinggian yang tidak pernah terbayangkan oleh kita, tidak akan mengejutkan kalau kita akan bisa mengubah timah menjadi emas dengan jentikan jari saia. Dengan demikian perkembangan ilmu kimia telah mengalami satu putaran; Dari transmutasi elemen (mimpi) ke non transmutasi elemen dan kembali lagi ke transmutasi elemen (kenyataan). Yang benar di alam juga benar di masyarakat, karena pada analisa terakhir gagasan-gagasan manusia mendapatkan dasar-dasarnya dari dunia materi. Pergerakan gagasan manusia, pergerakan masyarakat, semua mengikuti ilmu alam sebagai basis dasarnya.
Para filsuf bayaran kaum borjuis ingin memisahkan apa yang benar di alam dengan apa yang benar di masyarakat, karena hukum alam adalah hukum revolusioner. Ia adalah hukum perubahan yang terus bergerak bukan hanya dalam garis lurus tetapi juga dalam lompatan-lompatan. Setiap kelas penguasa tidak menginginkan perubahan karena mereka ingin terus hidup di dalam surga mereka yang abadi. Keabadian adalah filsafatnya kelas borjuasi. Dengan filsafatnya sendiri,  yakni filsafat Marxisme sebuah filsafat perubahan kaum buruh akan mengetuk pintu  surga abadi kaum borjuis, bila perlu mendobraknya dan membersihkan surga bumi ini dari parasit-parasit borjuasi itu.   
     
Pemikiran dan Politik
Sosialisme seperti gerakan-gerakan dan gagasan liberal lainnya, hal ini mungkin karen akaum liberal tidak dapat menyepakati seperangkat keyakinan dan doktrin tertentu. Apalagi sosialisme telah berkembang di berbagai negara dengan tradisi nasionalnya sendiri dan tidak pernah ada otoritas pusat yang menentukan garis kebijakan partai sosialis yang bersifat mengikat, namun garis-garis besar pemikiran dan kebijakan sosialis dapat disimak dari tulisan-tulisan ahli sosialis dan kebijakan partai sosialis.
Apa yang muncul dari pemikiran dan kebijakan itu bukanlah merupakan sesuatu konsisten. Kekuatan dan kelemahan utama sosialisme terletak dalam kenyataan bahwa sistem itu tidak memiliki doktrin yang pasti dan berkembang karena sumber-sumber yang saling bertentangan dalam masyarakat yang merupakan wadah perkembangan sosialisme. Dalam perkembangannya, Lenin dan Stalin berhasil mendirikan negara komunis. Istilah Sosialis lebih disukai daripada Komunis karena dirasa lebih terhormat dan tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka menyebut masa transisi dari negara kapitalis ke arah negara komunis atau ”Masyarakat tidak berkelas” sebagai masyarakat sosialis dan masa masa transisi itu terjadi dengan bentuknya ”Negara Sosialis”, kendati istilah resmi yang mereka pakai adalah ”Negara Demokrasi Rakyat”. Di pihak lain negera diluar negara sosialis, yaitu negara yang diperintah oleh partai komunis, tetap memakai sebutan komunisme untuk organisasinya, sedangkan partai sosialis di negara barat memakai sebutan ”Sosialis Demokrat
Dengan demikian dapat dikemukakan, sosialisme sebagai ideologi politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang dianggap benar mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan revolusi, persuasi, konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan.
Pertalian antara demokrasi dan sosialisme merupakan satu-satunya unsur yang paling penting dalam pemikiran dan politik sosialis. Ditinjau dari segi sejarah sosialisme, segera dapat diketahui gerakan sosialis yang berhasil telah tumbuh hanya di negara-negara yang mempunyai tradisi-tradisi demokrasi yang kuat, seperti Inggris, Selandia Baru, Skandinavia, Belanda, Swiss, Australia, Belgia. Mengapa demikian sebab pemerintahan yang demokratis dan konstitusional pada umumnya diterima kaum sosialis dapat memusatkan perhatian pada programnya yang khusus, meskipun program itu tampak terlalu luas yakni; menciptakan kesempatan yang lebih banyak bagi kelas-kelas yang berkedudukan rendah mengakhiri ketidaksamaan yang didasarkan atas kelahiran dan tidak atas jasa, membuka lapangan pendidikan bagi semua rakyat, memberikan jaminan sosial yang cukup bagi mereka yang sakit, menganggur dan sudah tua dan sebagainya.
Sosialisme mempunyai persamaan dalam satu hal yaitu membuat demokrasi lebih nyata dengan jalan memperluas pemakaian prinsip-prinsip demokrasi dari lapangan politik ke lapangan bukan politik dari masyarakat. Sejarah menunjukan, masalah kemerdekaan merupakan dasar bagi kehidupan manusia. Kemerdekaan memeluk agama, kepercayaan, mendirikan organisasi politik dan sebagainya merupakan sendi-sendi demokrasi. Jika prinsip demokrasi telah tertanam kuat dalam hati dan pikiran rakyat maka kaum sosialis dapat memusatkan perhatian pada aspek lain.
Sosialisme hanya dapat berkembang dalam lingkungan masyarakat dan pemerintahan yang memiliki tradisi kuat dalam demokrasi. Pada saat kaum sosialis berhasil memegang kekuasaan, pemerintahan masih tetap diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk ikut ambil bagian (sebagai oposisi) dan mereka juga menyadari bahwa kekuasaan yang diperoleh tidak bersifat permanen.    

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada hari Jum’at 17 Agustus 1945  Jam 10:00 WIB, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang diproklamirkan oleh Ir. Soekarno yang didampingi Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Menteng Jakarta Pusat.
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang”Dokuritsu Junbi Cosakai”. Berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang ”Dokuritsu junbi Inkai”. Untuk lebih mempertegas keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan Sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaanya.   
Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI dan Rajiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 KM di sebelah timur laut Saigo Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Sjahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945 Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan Proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945, dua hari kemudian saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat Vietnam, Sutan Sjahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat Vietnam sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis antara anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Sjahrir tentang hasil pertemuan di Dalat Vietnam.
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah dan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, juga berakibat sangat fatal jika para pejuang Indoensia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Sjahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Sjahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan Proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan hadiah dari Jepang.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Tentara dan angkatan laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang akan bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidang ingin terburu-buru, meraka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningspein (Medan Merdeka) tapi kantor tersebut kosong. Soekarno, Hatta dan Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda di Jl. Medan Merdeka Utara. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat Vietnam, sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoensia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus 1945. keesokan harinya di kantor Pejambon Nomor 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan proklamasi kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambil alihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda pergerakan bawah tanah kelompok Sjahrir dan beberapa golongan. Rapat PPKI pada tanggal 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.

 Peristiwa Rengas Dengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni dan Wikana yang konon kabarnya terbakar gelora Heroismenya setelah berdiskusi dengan ibrahim gelar Datuk Tan Malaka yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA dan pemuda lain mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 Tahun) dan Hatta  ke Rengasdengklok, Karawang Jawa Barat. Yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannay adalah agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang, disini mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang apapun resikonya. Di Jakarta golongan muda Wikana dan golongan tua Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indoensia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing.
Mengingat Hotel Des Indes (sekarang komplek pertokoan di Harmoni, Jakarta Pusat) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indoensia. Pertemuan Soekarno, Hatta dengan Mayor Jenderal Nishimura dan Laksamana Muda Maeda. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, kepala staff tentara ke XVI (angkatan darat) Jepang yang menjadi kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Soekarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.
Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberikan izin untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat , Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh sekutu. Akhirnya Soekarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan mengahlangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tahu. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung angkatan laut (kaigun) didaerah angkatan darat (rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Soekarno-Hatta menuju rumah Laksamada Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapka teks proklamasi. Setelah menyapa Soekarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks proklamasi dilakukan oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro dan Sayuri melik.
Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Soekarno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti “tansfer of power”. Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Melik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan. Sajuti Melik menyalin dan menegtik naskah tersebut menggunakan mesik ketik yang diambil dari kantor perwakilan Al Jerman, milik Mayor (laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awal pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 (Sekarang Jalan Proklamasi).
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi kemerdekaan Indoensia berlangsung pukul 02.00 s/d 04.00 WIB dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di Laksamana Tadashi Maeda Jalan Imam Bonjol No.1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Subardjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Diruang depan, hadir B.M. Diah, Sajuti Malik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks proklamasi itu diketik oleh Sajuti Melik. Pagi harinya 17 Agustus 1945, dikediaman Soekarno Jalan Peganggsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 WIB dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera merah putih yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikebarkan dan disusul dengan sambutan oleh Soewirjo wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi pimpinan Barison Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakuakn oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklaj Latief Hendraningrat seorang prajurit PETA dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemuda muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera merah putih (sang saka merah putih) yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indoensia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barsian pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Lapangan Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan proklamasi namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18 Agustur 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoensia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. dengan demikian terbentuklah pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) denagn kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyart (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan Hatta terpilih atas usul dari Otto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indoensia  yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Cara penyebaran teks proklamasi kemerdekaan Indonesia
Gedung Menteng 31 yang digunakan sebagai tempat pemancar radio yang baru. Wilayah Indonesia sanagtlah luas, komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Disamping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oelh pasukan Jepang di Indoensia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama diluar pulau Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang pada kahirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indoensia.
Peneybaran proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks prolamasi telah sampai ditangan kepala bagian radio dari kantor Domei (sekarang kantor berita ANTARA) Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis) supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah sebab mengetahu berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang etrsebut memerintahkan penghentian siaran berita prokalamsi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 WIB saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio diantaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31 deangn kode panggilan DJK 1. dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir semua harian di Jawa dalam penerbitan tanggal 20 Agustus 1945 membuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undnag-undnag Dasar Negara Republik Indoensia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sajuti Melik, dan Sumanang.
Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat indoensia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api. Misalnya dengan slogan Respect our Constitution, August 17 ! (hormatilah konstitusi kami tanggal 17 Agustus !). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita prolamasi kemerdekaan Indoensia dapat tersebar luas diwilayah Indoensia dan di luar negeri. Disamping memalui media masa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
-          Teuku Mohammad Hasan dari Aceh
-          Sam Ratulangi dari Sulawesi
-          Ketut Pudja dari Sunda Kecil (Bali)
-          Hamidan dari Kalimantan.           



Gerakan Bawah Tanah

Usaha-usaha untuk mencapai tujuan Indonesia merdeka dibutuhkan adanya pengakuan secara resmi dari pihak lain. Pada awal pendudukan Jepang, melakukan kegiatan politik yang legal menjadi persoalan kalangan kebangsaan. Untuk mencapai Indonesia merdeka tetap harus dilanjtkan walaupun hanya sebatas hasil rapat secara lisan tidak tertulis pada waktu itu. Masalah utama yang dibicarakan pada waktu itu adalah bagaimana usaha tersebut harus dilakukan? Hal tersebut menjadi awal pemikiran kalangan kebangsaan.
Terdapat dua pandangan yang dianut kalangan kebangsaan pada waktu itu. Pertama, mereka yang berpandangan bahwa usaha-usaha kebangsaan perlu dilanjutkan melalui kerjasama dengan Jepang. Kedua,  bahwa usaha tersebut harus dilakukan tanpa kerjasama dengan Jepang. Bagi mereka yang menganut kerjasama dengan Jepang, menganggap bahwa musuh utama bukan Jepang melainkan Belanda. Karena itu lebih baik kerjasama dengan Jepang. Pandangan ini banyak dianut kalangan kebangsaan yang berasal dari PARINDRA, partai yang ada pada masa pergerakan.
Soekarno, Hatta dan kalangan kebangsaan terkemuka diantaranya menganut pandangan yang pro sama Jepang. Sebagai akibatnya, mereka kemudian ditarik untuk menduduki lembaga yang dibentuk pemerintah pendudukan Jepang seperti PUTERA atau Jawa Hokokai. Mereka juga mempengaruhi pemuda Indonesia untuk masuk lembaga yang dibentuk oleh Jepang. Bagi mereka yang menolak kerjasama dengan Jepang, menganggap musuh yang utama bukan Belanda, melainkan Jepang. Pandangan ini melihat konflik yang ada secara internasional antara fasis melawan demokrasi.
Bagi mereka kekuatan yang harus didukung adalah demokrasi dan karena Jepang dianggap termasuk fasis, mereka menolak bekerjasama dengan Jepang. Pandangan ini diantaranya dianut oleh Sjahrir, kalangan muda dan kalangan nasionalis lokal atau daerah. Sebagai akibat pilihan itu mereka menolak masuk ke dalam lembaga yang dibentuk Jepang. Kalaupun mereka masuk, tujuannnya untuk mempengaruhi pemuda-pemuda. Mereka yang menganut pandangn ini yang kemudian banyak terlibat dengan gerakan bawah tanah. Strategi ini bagi mereka merupakan yang terbaik untuk melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai kemerdekaan.
Pada waktu itu, dalam menjalankan pemerintahannya Jepang hanya meneruskan apa yang telah dilakukan pemerintah Hindia Belanda sebelumnya, dengan menjadikan Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Dengan adanya kebijakan ini, kekuatan militer hampir secara dominan berada di Jakarta. Kuatnya pengawasan militer ini mengakibatkan bentuk-bentuk gerakan bawah tanah yang muncul di Jakarta agak berbeda dengan apa yang muncul di tempat-tempat lain di Pulau Jawa.
Kalangan yang menolak kerjasama dengan Jepang yaitu kelompok Sjahrir, yang berpusat di Jakarta. Kelompok ini merupakan kelanjutan dari PNI-Baru yang telah hadir di panggung politik sejak tahun 1930-an. Beberapa orang dari PNI-Baru seperti Dr. Sudarsono dan Sugra di Cirebon; Cucun, Rusni dan Tobing di Bandung; Wijono dan Sugiono Yosodiningrat di Yogyakarta; Djohan Sjahroezah.
    Aktivitas utama dari kelompok ini adalah merekrut orang-orang dari kalangan terdidik, misalnya mahasiswa-mahasiswa dari sekolah kedokteran dan sekolah hukum. Kelompok yang terbentuk kemudian inilah yang dikenal sebagai gerakan bawah tanah pada masa pendudukan Jepang. Diskusi menjadi salah satu kegiatan penting dalam kelompok ini, melalui pertemuan-pertemuan yang mereka adakan.
Kemudian terbentuk kelompok-kelompok jaringan yang terbentuk karena mendengarkan radio siaran luar negeri, hal yang sangat terlarang di masa pendudukan Jepang. Mereka menyebarkan informasi tentang jalannya perang dan situasi internasional ke berbagai kota di Jawa. Berita-berita perang selalu di dengar sendiri oleh Sjahrir melalui radio gelap yang dimilikinya, dan dibuatnya ringkasan yang setiap hari diteruskannya kepada Hatta dan Soekarno. Kemudian ternyata Soekarno lebih mempercayai berita propaganda Jepang dari pada berita yang didapat dari siaran radio sekutu. Perlu diketahui bahwa pada waktu itu, semua pesawat radio disegel oelh penguasa Jepang agar tidak dapat dipergunakan untuk mendengarkan siaran-siaran dari luar negeri. Tiap orang yang tertangkap memiliki pesawat radio yang tidak disegel dan mendengarkan radio luar negeri pasti disiksa dan menghadapi kemungkinan ancaman hukuman mati.
Sjahrir bersama kelompoknya sering membahas soal-soal yang bersangkutan dengan keadaan perang pada umumnya, keadaan dalam negeri dan bagaimana mencapai tujuan Indonesia merdeka. Seperti apa yang kita lihat sebagai kelompok Sjahrir, itu juga dari  berbagai kota dan tentunya untuk melakukan komunikasi dibangun jaringan-jaringan didalam kota dan antar kota. Jaringan yang terbentuk secara informal ini sebenarnya bukan hal yang baru muncul pada jaman pendudukan Jepang. Hubungan antara anggota-anggota PNI-Baru yang membentuk Study Group  di masing-masing kota tetap berjalan, sehingga dimungkinkan adanya komunikasi satu sama lain. Ketika Jepang masuk, hubungan yang telah terjalin ini tetap dipertahankan walau harus dilakukan secara rahasia. Karena tidak semua diantara mereka dapat mengumpulkan informasi, maka kebutuhan untuk tetap berhubungan pun muncul, disamping memang adanya kontinuitas dalam hubungan mereka sejak jaman pergerakan.
Pada masa pendudukan, tindakan pemerintah militer Jepang sangat represif. Jaringan mata-mata Kenpeitai  merupakan momok bagi mereka yang aktif dalam politik. Sulit diduga siapa saja yang menjadi mata-mata pada saat itu. Menurut beberapa kesaksian bahkan ada wanita penghibur yang menjadi mata-mata yang dikenal dengan sebutan ”kipas hitam”. Hal ini menimbulkan semacam kekhawatiran tertentu terhadap pengawasan mata-mata. Kecurigaan terhadap satu sama lain dengan sendirinya menebar ketika melakukan aktivitas-aktivitas yang mengandung resiko. Dalam menjalankan hubungan di dalam kota dan antar kota pun diperlukan sikap hati-hati. Antara golongan yang satu dengan golongan yang lain sering terdapat salah sangka, takut kalau-kalau diantara mereka sebenarnya dipergunakan oleh Jepang untuk memata-matai golongan-golongan pemuda yang lain dan melaporkannya kepada Jepang.
Waktu itu ada beberapa kelompok di tangkap kenpeitai sesudah pemogokan mahasiswa. Dikalangan mahasiwa pun terdapat banyak cecunguk  yang melaporkan segala bentuk aktivitas kepada kenpeitai. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dalam mencari hubungan dengan golongan lain, melalui satu atau dua orang yang bisa dipercaya.
Istilah cecunguk ini merupakan sebutan bagi mata-mata yang melaporkan kegaitan rapat-rapat atau pertemuan yang diselenggarakan oleh kalangan nasionalis kepada pemerintah pendudukan Jepang.


Asrama Indonesia Merdeka (Kebon Sirih 80)
Salah satu tempat yang di isi oleh mahasiswa-mahasiswa dari kelompok Sjahrir adalah Asrama Indonesia Merdeka yang terletak di jalan Kebon Sirih 80 Jakarta Pusat. Didirikan oleh kantor penghubung angkatan laut (bukanfu). Dengan memberi pendidikan di tempat yang didirikan oleh Jepang, Sjahrir dapat menghilangkan jejak keterlibatannya dalam gerakan bawah tanah. Mata pelajaran yang diberikan pada mahasiswa-mahasiwa di Asrama Indonesia Merdeka, secara khusus berbeda dengan yang diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa lainnya. Bahan-bahan dalam pendidikan cenderung lebih praktis sifatnya, dan dalam kaitannya dengan gagasan Indonesia merdeka, yang meliputi :
-    Sejarah pergerakan nasional
-    Prinsip nasionalisme dan demokrasi
-    Perburuhan dan pergerakan kaum muda
-    Masalah-masalah pertanian.

Disamping Sjahrir, pengajar lainnya adalah Hatta, Soebardjo, Wikana, Sudiro, Iwa Kusuma Sumantri, dan lain-lain. Keanggotaan dalam kelompok ini relatif lebih longgar sifatnya. Anggotanya sekitar 30 orang dan sebagian besar berasal dari Jakarta. Pimpinan kelompok ini berada ditangan Ahmad Soebardjo dan Wikana dengan bantuan Samsudi. Tujuan asrama ini melatih para pemuda seluruh Jawa. Pihak Jepang sendiri (Koigun) melalui orang-orang seperti Yoshizumi dan Nishijimo berusaha mempengaruhi anggota-anggota asrama untuk berpihak kepada Jepang, tetapi usaha ini tidak berkasil karena kuatnya semangat anti fasis dari anggota-anggotanya. 

  
Asrama Prapatan 10
Disamping  itu ada sebuah asrama yang terletak di Jalan Prapatan 10 Jakarta Pusat. Asrama ini sebagian besar di huni oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran (Ikadaigakku). Asrama yang disebut pertama mulai aktif bersamaan dengan dibukanya kembali Sekolah Kedokteran yang merupakan perguruan tinggi satu-satunya yang diizinkan oleh pemerintah pendudukan Jepang, tepatnya dibuka pada awal tahun 1943. Dengan melihat Ikadaigakku sebagai pemilik asrama, ada beberapa hal yang menarik.
Pertama, yang menjadi anggotanya hanya mahasiswa kedokteran. Hal ini berarti menutup kemungkinan untuk menarik anggota yang lebih luas. Kedua, di asrama ini terdapat dua kelompok, yaitu mereka yang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah diluar bidang studi kedokteran dan mereka yang hanya melulu belajar agar dapat dengan cepat menyelesaikan pendidikan. Dari kelompok yang disebutkan pertama, juga terdapat dua bagian. Pertama, mereka yang benar-benar memiliki perhatian terhadap masalah-masalah kalangan kebangsaan untuk mencapai tujuan Indonesia merdeka. Kedua, mereka yang kelihatannya memiliki perhatian tapi sebetulnya tidak. Orang-orang yang terakhir ini melibatkan dengan mereka yang memiliki perhatian terhadap masyarakat, bukan untuk kepentingan kaum kebangsaan, melainkan untuk kepentingan Jepang. Mereka sengaja disusupkan atau sengaja berhubungan dengan pemerintah pendudukan Jepang yang tujuannnya adalah mencari informasi mengenai kegiatan dari kalangan kebangsaan.
Penghuni asrama masa pendudukan Jepang adalah Abu bakar Lubis, Bagdja Nitidiwiria, Eri Sudewo, Ilen Surianegara, Sanjoto Sastromihardjo, Soedjatmoko, Soejono Martosewojo. Sjahrif Thajeb dan Tadjuddin. Mahasiswa-mahasiswa ini, juga memperlihatkan sikap anti Jepang secara terbuka ketika mereka menentang aksi penggundulan yang dikenakan pada mereka awal bulan Oktober.


Asrama Angkatan Baru (Menteng Raya 31)
Tempat ketiga adalah  Asrama Menteng Raya 31 Jakarta Pusat, dikenal dengan nama Asrama Angkatan Baru. Didirikan pada awal pendudukan Jepang oleh Sendenbu.
Pondokan mahasiswa Fakultas Kedokteran terletak di Jl. Menteng Raya 31  Jakarta Pusat. Dalam asrama ini bertempat tinggal mahasiswa-mahasiswa yang aktif bergerak di bawah tanah bersama kelompok bawah tanah lainnya. Anggotanya kebanyakan fasih berbahasa Belanda, mereka sangat dekat dengan Sutan Sjahrir yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran Sjahrir. Dari asrama ini, tokoh muda yang cukup menonjol saat itu antara lain tokoh Johan Nur, Sayogo, Syarif Thayib, Darwis, Eri Sudewo, Chairul Saleh, kusnandar, Subadio Sastrosatomo, Wahidin Nasution, dan Tadjuddin. Dari kelompok bawah tanah ini, di kemudian hari muncul tokoh-tokoh yang berperan besar dalam mempererat proses proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pengurus asrama ini adalah Chaerul Saleh dan Sukarni yang dibantu A.M. Hanafi dan Ismail Widjaja. Keanggotaannya lebih longgar , untuk menjadi penghuni asrama ini harus ada jaminan dari orang yang telah tinggal di tempat iru sebelumnya. Asrama ini didirikan oleh H. Shimizu dengan tujuan menciptakan inti dari aktivitas pemuda yang kemudian dikembangkan untuk pengkaderan di daerah.
Kegiatan yang dilakukan adalah kursus yang berisi dasar-dasar nasionalisme yang kuat, sedangkan tenaga pengajarnya berasal dari kalangan nasionalis terkemuka sejak jaman pergerakan seperti Soekarno, Hatta, M. Yasin, Soenario dan Amir Sjarifuddin. Anggota-anggotanya banyak dari pemuda GERINDO seperti A.M. Hanafi dan Ismail Widjaja. Beberapa departemen didirikan yang salah satunya adalah departemen pemuda di bawah pimpinan Khalid Rasyidi.
Maksud pendirian asrama ini, adalah untuk menggembleng para pemuda menjadi alat Jepang. Tetapi banyak terjadi kemudian justru sebaliknya, yaitu secara ilegal digunakan sebagai markas gerakan penegakkan kembali semangat nasionalisme indonesia. Setelah kegiatan kursus selama 6 bulan, asrama ini ditutup dan mereka yang tinggal didalamnya menjadi angkatan pertama dan sekaligus terakhir. Anggota-anggotanya asrama ini juga dekat dengan Sjahrir. Mereka memiliki barisan muda, yang kemudian menajdi barisan banteng.
Salah satu arti penting lainnya adalah bahwa asrama ini dibentuk Gerakan Indoensia Merdeka (GERINDOM), ketika menyaksikan pembubaran PUTERA dan Djawa hokokai. Tindakan yang paling represif membuat para pemuda mengambil langkah dengan membentuk aksi-aksi bawah tanah. Yang teakhir adalah barisan pelopor istimewa (BPI) yang terdapat di jalan lapangan banteng timur. BPI di pimpin oleh Soekarno dan mempunyai 100 anggota, secara administrasi BPI ini berada dibawah Djawa Hokokai.

Walaupun terdapat berbagai tempat diatas, tidak berarti pemisahan tempat lantas menjadi pemisah kelompok. Untuk Asrama Prapatan 10, anggotanya terutama berhubungan dengan Sjahrir. Sedangkan Asrama Angkatan Baru Indonesia terdapat berbagai variasi seperti kita lihat adanya pembentukan GERINDOM, yang memiliki rencana-rencana politik tertentu  dan sebagian berasal dari kelompok Amir Sjarifuddin serta D.N. Aidit; adapula yang berasal dari pengikut Tan Malaka seperti Chaerul Saleh dan Sukarni. Pola lain dapat ditemukan pada Asrama Indoensia Merdeka yang anggotanya ada yang menjadi pengikut Sjahrir, Tan Malaka dan Amir Sjarifuddin. Sulit untuk menetapkan bahwa bahwa suatu asrama hanya terdiri atas golongan tertentu saja, kecuali Asrama Parapatan 10.
Gerakan bawah tanah pada awal kedatangan Jepang dan dapat dikatakan yang terbesar adalah kelompok Amir. Berdiri beberapa minggu sebelum Jepang masuk. Melihat latar belakang Amir Sjarifuddin (dari GERINDOM, partai yang bekerjasama dengan pemerintah Hindia Belanda dan ideologi anti fasis yang kental). Tidak aneh  bila Amir Sjarifuddin telah siap secara pribadi maupun organisasi. Untuk hal itu, konon ia menerima uang sejumlah 25.000 golden dan Ch. O. Van Der Plas sebagai biaya perjuangan bawah tanah. Kelompok Amir Sjarifuddin sebagai buah gerakan bawah tanah. Dalam arsip-arsip NEFIS :

Selama pendudukan Jepang, PKI menunjukan keaktifannya yang luar biasa; Lebih-lebih afdeling surabaya dari organisasi ini pada waktu itu adalah pusat aksi bawah tanah. Tujuan dari aksi ini hanya mendapat sebanyak mungkin orang-orang baik dari kota maupun dari desa. Slogan-slogan yang bagus lebih menyanjungi komunisme sebagaimana yang dicetak dalam selebaran-selebaran oleh para propagandis; Dimasukkan secara rahasia ke desa-desa, dibagi-bagi kepada sel-sel yang telah terbentuk”
(NEFIS)


Arsip ini menerangkan peranan kelompok Amir Sjarifuddin, yaitu :

Cara bagaimana propagandis itu bekerja, dimasukkan dalam program kerja yang terlebih dahulu disusun, dibuat oleh seorang penganjur Perkumpulan Komunis Indonesia (PKI) dari Afdeling Surabaya, Mr. Mohamad (Sic) Sharifoeddin, pada waktu ini menjadi anggota dari kabinet Indoensia. Sharifoedin ini telah menulis dua  buah brosur selama jaman Jepang, yang mana salah satunya diedarkan diantara anggota PKI ... pembicaraan itu berlaku didalam sebuah sel didalam penjara Ambarawa, dimana saja politik... Kenpeitai mengetahui akan aktifitas ini dan segeralah diakhiri dengan mengadakan razia diantara orang-orang PKI dengan itu banyak pemimpin dan anggota dilakukan penahanan”
( NEFIS )  

Sangat menarik bila kita kaji arsip ini, bagaimana Amir Sjarifuddin membentuk jaringan bawah tanah. Sementara dia ada dalam penjara waktu pendudukan Jepang. Dapat dikatakan Amir Sjarifuddin sedikitnya hanya penting sebagai seorang sebelum Perang Dunia II dan juga dia menghabiskan waktu dipenjara untuk aktifitas anti Jepangnya.
Kelompok yang dibentuk Amir Sjarifuddin ini adalah kelanjutan dari GERINDOM, dalam pengertian yang kira-kira sama seperti kelompok Sjahrir yang merupakan kelanjutan dari PNI-Baru masa pergerakan tahun 1930-an. Basis utama mereka ada di kota  Surabaya. Karena sikap mereka yang cukup militan, banyak diantaranya kemudian ditangkap lalu dipenjarakan. Tiga orang pengikut Amir Sjarifuddin yaitu, Sukajat, Pamudji, Abdul Aziz dan Abdurrachim di hukum mati. Sebenarnya Amir Sjarifuddin dikenakan hukuman yang sama, tapi Soekarno kemudian ikut campur dalam masalah ini sehingga hukumannnya diganti menjadi penjara seumur hidup. Pola seperti ini juga tidak dapat dikatakan sama antara satu kota dengan kota lainnya. Di Bandung, gerakan bawah tanah tidak berpusat di asrama-asrama melainkan cenderung bergantung pada tokoh-tokoh lama seperti M. Jusuf.
Berkaitan dengan adanya perbedaan yang mendasar dengan Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Peretmuan-pertemuan gerakan bawah tanah dilakukan di tempat-tempat tertentu yang dirahasiakan. Di kota ini dapat dikatakan bahwa Sjahrir memiliki pengaruh yang cukup besar. Bukan berarti bahwa hanya kelompok itulah yang menjalankan kegaitan bawah tanah. Kurangnya data yang tersedia mengenai gerakan bawah tanah dikota ini membuat penulis sulit melihat adanya pola-pola yang dapat dikatakan sama seperti di Jakarta. Jarak yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, dengan sendirinya memiliki pengaruh terhadap perkembangan gerakan di Bandung. jaringan Sjahrir di Bandung terdapat Sastra, Hamdani, Cucun dan Tobing.
Di Yogyakarta, pola yang berjalan agak mirip dengan apa yang ada di Bandung. Basis gerakan bawah tanah, khususnya berkaitan dengan kegiatan-kegiatan seperti rapat, diskusi Dan pertemuan diadakan di rumah-rumah. Jaringan Sjahrir yang berada di kota ini dikenal dengan sebutan ”Phatook” karena tempat berkumpul mereka di daerah Pathook. Wiyono, Sugiono Josodiningrat, dan lain-lain melakukan kegiatan dikota tersebut. Golongan kiri yang akan dibicarakan disini sulit untuk ditempatkan kedalam kerangka partai tertentu, karena ternyata sikap dan reaksi mereka terhadap pendudukan Jepang pun berbeda-beda. Secara umum perlawanan terhadap pemerintahan militer Jepang, telah disusun sejak awal kedatangan ke Jawa. Pembicaraan mengenai akan runtuhnya kekuasaan kolonial telah menjadi bahan yang sangat menarik mereka yang terlibat dalam aktivitas politik. Pada bulan Mei, ketika Hitler beserta pasukannya menduduki Belanda, sejumlah tokoh dari berbagai golongan bertemu di sebuah rumah di daerah Rawamangun Jakarta yang sebelumnya telah dipersiapkan seorang buruh pelabuhan. Didalam pertemuan tersebut hadir Pamudji seorang tokoh PKI, Subekti dan Atmadji dari GERINDOM, Sujoko yang tergabung dalam Barisan Rakyat yang didirikan di Solo, Armunanto dari Persatuan Sopir Indonesia (PERSI) di Sukabumi, Widarta seoarng komunis yang mewakili Persatuan Pemuda Rakyat Indonesia (PERPRI), Kyai Mustofa sebagai wakil golongan alim ulama, dan Liem Hun Hian seorang peranakan Cina.
Dalam pertemuan tersebut mereka membicarakan perkembangan Politik dan melihat kenyataan bahwa Hindia Belanda tidak akan sanggup menghadapi ancaman fasisme Jepang. Bahaya fasisme sesungguhnya bukan hal baru bagi para aktivis politik. Salah satu salurannya adalah PKI Ilegal yang disusun kembali oleh Muso pada tahun 1935. Muso sebagai tokoh komunis yang berhubungan erat dengan komintern membawa serta gagasan organisasi ini tentang pembentukan Front Demokrasi melawan fasisme atau dikenal juga denga istilah Garis Dimitrov.
Informasi mengenai bahaya fasisme ini, untuk golongan kiri antara lain diperoleh melalui penerbitan ”Menara Merah” dikelola oleh Pamudji. Diskusi-diskusi dan rapat juga merupakan sumber informasi yang sangat berharga. Akhir dari pertemuan ini adalah pembentukan Gerakan Rakyat Anti Fasis (GERAF). Ketika pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, tokoh-tokoh yang disebutkan diatas kemudian melakukan pertemuan di daerah Sukabumi Jawa Barat. Tempat kediaman Dr. Tjipto Mangoenkusumo, dengan tambahan beberapa orang lainnya seperti Djokosujono, Dr. Ismail, Mr. Hendromartono, Mr. Amir Sjarifuddin dan Dr. Tjipto Mangunkusumo. Mereka kemudian membentuk suatu Dewan Pimpinan yang terdiri dari Mr. Amir Sjarifuddin, Pamudji, Sukajat dengan Sekretaris terdiri atas Armunanto dan Widarta. Dr. Tjipto Mangoenkusumo sendiri diangkat menjadi penasehat Gerakan Rakyat Anti Fasis (GERAF).
Dalam perkembangan kemudian, Jepang mulai memperlihatkan tindakan represif mereka, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Seiring dengan itu, mulai bermunculan kelompok-kelompok perlawanan di berabgai kota di Jawa. Di Bandung, muncul gerakan yang menamakan diri Djojobojo dibawah pimpinan Mr. Muhammad Yusuf. Gerakan ini coba menggabungkan gagasan-gagasan revolusioner dan paham-paham mistis tertentu, yang didasarkan atas ramalan Jayabaya. Gerakan ini berpusat di Bandung, dan kemudian meluas sayapnya ke dataran pantai di sekitar Indramayu dan Cirebon. Anggotanya kebanyakan orang-orang komunis lokal. Gerakan ini memiliki hubungan erat dengan kelompok anti fasis yang dipimpin Mr. Soeprapto dan tidak lama kemudian berhasil ditumpas Kenpeitai. Puluhan orang anggotanya ditangkap dan dimasukan penjara serta tiga orang lainnya seperti Widjaja, Lukman dan Tas’an dihukum mati.
Akhirnya ada pertanyaan yang menarik mengapa pada saat sebagian besar kekuatan dapat dimobilisasi oleh pendudukan Jepang dengan perkataan dikooptasi justru munculnya gerakan yang berlawanan dengan arus tadi?. Pertanyaan ini akan memunculkan pertanyaan lain, yaitu mengenai motif para tokoh gerakan tersebut dalam melakukan kegaitan-kegiatan perlawanannya. Jawaban terhadap pertanyaan ini harus dikaitkan dengan perkembangan politik di Hindia Belanda sebelum tentara Jepang datang. Seperti telah diuraikan diatas, pada masa itu hampir semua organisasi pemuda dapat dikatakan bersifat revolusioner. Hal ini berkaitan dengan adanya pengaruh dari gagasan-gagasan para tokoh yang telah dulu mengambil peran di atas panggung politik.
Pola gerakan bawah tanah yang disebutkan dimuka, memiliki perbedaan satu sama lain, sehingga tidak bisa dibuat sebuah generalisasi atasnya. Hal yang sangat penting juga untuk diperhatikan adalah peranan pada tingkat lokal, terutama dalam kaitannya dengan pemerintah pendudukan Jepang. Dengan berkuasanya Gunseikanbu secara langsung di Jakarta, maka tidak adanya bentuk kegiatan yang militan sifatnya seperti sabotase jaringan kereta api, latihan-latihan militer dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa seperti ini yang banyak terdapat diwilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, merupakan sesuatu yang juga sangat diperhatikan oleh kelompok-kelompok gerakan bawah tanah di Jakarta.

Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)

Wij sluiten nu. Vaarwel tot betere tijden. Lang leve de kiningin”.
(Siaran Radio NIROM)

Yang artinya; “kita berhenti sampai disini. Sampai jumpa di hari-hari  yang lebih baik. Hidup Ratu”
Siaran Radio NIROM ini dilakukan pada Senin 8 Maret 1942, kata-kata diatas mengakhiri pengumuman penyerahan pihak Hindia Belanda terhadap tuntutan Jepang dan secara simbolis menandai berakhirnya kekuasaan negera kolonial ditanah jajahannya, dan sekaligus sebuah periode sejarah yang berlangsung lama. Jika diamati sepintas, memang mengherankan bahwa negara Hindia Belanda dengan cepat menyerah kepada tentara Jepang.
Tahun 1940-1941 Jepang telah mendapatkan hasil gemilang lagi di Indocina, yakni membuat Amerika Serikat dan negara-negara lain membekukan kegiatan financial Jepang di Amerika dan mengadakan embargo terhadap barang-barang  dagangan Jepang. Selain itu, kekuatan kaum komunis juga merasakan perkembangan militer Jepang sebagai ancaman sehingga pada tahun 1935 mereka telah membentuk gerakan anti fasisme dalam kongres komintern di New Delhi. Sebagai jawaban terhadap pembentukan front ini, Jepang bersama Jerman dan Italia membentuk anti Komintern Pact. Pada bulan September 1940, Persekutuan ketiga negara ini makin diperkokoh melalui pembentukan Tri Partie Pact yang pada dasarnya bertujuan membentuk pakta militer untuk menghentikan intervensi Amerika serikat, baik diwilayah Asia maupun Eropa.
Embargo ekonomi yang dilakukan terhadap Jepang, antara lain ikut menentukan keputusan Jepang untuk mengumumkan perang. Terutama ketika Hindia Belanda yang menjadi sumber perolehan minyak juga ikut memberlakukan embargo, sehingga jalur perolehan minyak seketika terhambat. Demikian pula halnya dengan bahan-bahan mentah lainnya, seperti timah dan karet yang sangat penting untuk perkembangan industrinya. Pada tanggal 20 Mei 1940, tidak lama setelah negeri Belanda mendapat serangan dari tentara Jerman, pemerintah Jepang mengirim pesan khusus kepada pemerintah Hindia Belanda  agar tetap mengekspor bahan-bahan mentah tersebut.
Keputusan Jepang untuk terlibat dalam perang pasifik diambil dalam konferensi Kemaharajaan pada tanggal 2 Juli 1941 yang dihadiri oleh pejabat tinggi Jepang. Gagasan yang sangat mendasar dari Konferensi ini adalah pembentukan “Lingkungan kemakmuran bersama Asia Timur Raya dan perdamaian dunia”. Dengan adanya legitimasi konsep seperti ini, Jepang tidak melihay serangan tetapi lebih sebagai usaha invasi apalagi penjajahan, tapi lebih sebagai usaha pembebasan wilayah-wilayah yang dikuasai musuh. Gagasan “Pembebasan bangsa Asia” ini kemudian mendapat sambutan cukup luas dikalangan rakyat. Keputusan perang akhirnya diambil tanggal konferensi penghubung yang kemudian disahkan dalam konferensi kemaharajaan pada tanggal 1 Desember 1941.
Dengan demikian telah tersusun alasan serta usaha Jepang untuk melakukan penyerbuan terhadap wilayah Selatan Asia. Genderang perang dibunyikan, dalam sekejap lautan tentara berkulit kuning langsat dan berani Harakiri serta Kamikaze merambah satu persatu daratan Asia. Sejak awal tahun 1942, kekuatan Belanda di Jawa telah digempur oleh pasukan Jepang. Selama bulan Februari Jepang melakukan serangan-serangan terhadap kota Surabaya. Sementara itu kekuatan Jepang juga melebarkan sayapnya dari Malaya menuju Sumatera dan pada tanggal 16 Februari 1942 telah berhasil menguasai Palembang. Pangkalan-pangkalan minyak dengan demikian berhasil dikuasai, sehingga Belanda terpaksa menggunakan pangkalan Cepu sebagai satu-satunya sumber minyak yang masih tersedia.
Pulau Sulawesi dan Kalimantan telah berhasil diduduki pada bulan Februari 1942. Hal ini mengingat penjagaan yang tidak terlalu ketat dari tentara kolonial dikedua wilayah tersebut. Penguasaan terhadap bagian Selatan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi ini dengan sendirinya menjadikan ancaman strategi terhadap Jawa, terutama Batavia (Jakarta), yang terkepung dari tiga arah. Kekuatan udara Jepang yang digerakkan dari Singapura pada saat yang sama telah sepenuhnya berkuasa. Pada tanggal 27 Februari 1942, Belanda menyaksikan kehadiran kapal-kapal tempur Jepang dan di sore hari tepat pukul 16.16 WIB kapal-kapal Jepang membuka tembakan. Pertempuran laut jawa telah dimulai. Pertempuran laut Jawa memegang peranan penting, karena telah melumpuhkan hampir seluruh kekuatan angkatan laut Belanda dalam Perang Dunia II. Pertempuran yang hanya berlangsung tujuh seperempat jam ternyata tidak dapat menghentikan laju gerak pasukan-pasukan Jepang. Pada tanggal 1 Maret 1942 kekuatan Jepang berada di depan pantai Jawa.
Panglima tertinggi Letnan Jenderal Imamura Hitsoji, memulai pendaratannya di teluk Banten. Sebelumnya telah ada kesatuan-kesatuan yang melakukan operasi pembersihan terhadap daerah tersebut. Di Banten ini, Letnan Jenderal Imamura Hitsoji mendaratkan satu divisi tentara, ditambah dengan kesatuan-kesatuan arteleri dan teknik sehingga seluruhnya diperkirakan berjumlah 30.000 tentara. Sementara itu di daerah Jawa Timur didaratkan tiga resimen tentara arteleri serta teknik dengan sejumlah keseluruhan kurang lebih 20.000 orang. Mereka yang mendarat di Indramayu seluruhnya berjumlah 5.000 orang.
Hal sama terjadi di Singapura, ketika sekitar 100.000 tentara Inggris menyerah kepada 30.000 tentara Jepang dan Filipina dimana 31.000 tentara Amerika Serikat dan 120.000 tentara Filipina menyerah ditangan 43.000 tentara Jepang. Tidak ada dukungan waktu yang sangat singkat. Letnan Jenderal Imamura Hitsoji sendiri heran ketika justru mendapatkan sambutan hangat ketika mendarat di Banten. Dalam buku hariannya yang kemudian menjadi sumber penting dan unik mengenai masa awal pendudukan Jepang, mencatat :

Orang-orang pribumi berlari mendekati jalan membawa pisau-pisau penjang. Mereka kelihatannya tidak berencana menyerang kami. Ketika mencapai jalanan, mereka mulai menebas dahan-dahan dan ranting pohon yang memenuhi jalan. Ketika ratusan orang lain mulai ikut membantu, jalan itu dalam waktu 20 atau 30 menit menjadi mudah dilalui. Beberapa orang perwira Jepang mengeluarkan kamus percakapan Jepang-Indonesia dari saku mereka, yang telah dibekali. Mereka lalu mulai bercakap-cakap dengan orang dewasa dan anak-anak, dibantu oleh bahasa isyarat. Aku heran; apakah ini benar-benar medan pertempuran”.
(LetJend. Imamura Hitsoji)

Batavia yang selama masa kolonial menjadi kota pemerintahan, segera dikosongkan dan semua pejabat serta tokoh-tokoh penting mengungsi ke Bandung. Setelah mendapat serangan yang hebat melalui laut, tanggal 5 Maret 1942 Batavia dinaytakan sebagai kota terbuka yang tidak akan dipertahankan lebih lanjut. Tiga hari kemudian, ketika Jepang memasuki Bandung, Belanda menyerah secara resmi.
Pada bulan Februari 1942, tentara Jepang telah mengirim armada kapal lengkap dengan berbagai rencana untuk membentuk pemerintahan militer di atas wilayah kekuasaannya yang baru. Dua dokumen yang melandasi kegaiatn ini adalah ”Azas-azas mengenai pemerintahan di wilayah-wilayah selatan yang diduduki” dan ”Persetujuan pokok antara angkatan darat dan angkatan laut menegnai pemerintahan militer di wilayah-wilayah yang diduduki” yang diputuskan melalui konferensi penghubung pada  bulan November 1941.
Dalam setiap unit regional pemerintahan, baik di daerah angkatan darat maupun angkatan laut, masing-masing markas besar menyusun dan memakai dokumen-dokumen dan kebijaksanaan militer di daerahnya. Semua dokumen dan kebijaksanaan tersebut menekankan tiga hal, yaitu :
1.       Memulihkan dan memelihara ketertiban dan keamanan
2.       Memperoleh sumber kebutuhan perang yang vital
3.       Dilaksanakannya pemenuhan kebutuhan secara berdikari (swasembada) bagi masing-masing pasukan tempur.

Pembentukan pemerintahan militer oleh Jepang berlangsung dalam tiga tahap, yaitu :
1.       Pemindahan kekuasaan adminsitarsi kolonial ke tangan tentara Jepang
2.       Pemerintahan militer yang ketat dengan dikuasainya semua jabatan oleh perwira-perwira militer.
3.       Pergeseran pemerintahan semi militer dimana berbagai jabatan-jabatan diduduki orang-orang sipil.

Kedatangan Jepang disertai keinginan untuk secepat mungkin menghilangka pengaruh Belanda dalam kehidupan rakyat, baik secara ekonomi, politik maupun budaya. Patung Jan Pieterszoon Coen yang menjadi semacam simbol kekuatan kolonial di Batavia ditumbangkan. Nama-nama jalan yang banyak menggunakan nama-nama Belanda diubah. Banyak orang-orang Belanda yang ditahan oleh Jepang. Polisi militer atau Kenpeitai, polisi militer ini menempati sisi-sisi gelapnya karena mengingatkan mereka perbuatan kejam, dan tindakan-tindakan kekerasan lainnya. Seperti terungkap dalam kutipan dibawah ini yang menceritakan apa saja yang terjadi jika berada dalam tawanan Kenpeitai :
 
...Dalam sebuah sel yang sempit, sering ke dalam kandang bagi mereka didorongkan dimana makan dan minum hampir tidak mungkin. Ransum nasi sedikit sekali dan diletakkan didepan pintu kandang; sering sudah kemasukan kecoa (kakerlak) atau semacam serangga. Sayuran hanya sedikit air dengan pepayah mentah; bicara tidak boleh. Di siang hari yang terik panasnya mereka duduk berjongkok dan tidak boleh bersandar pada dinding (tembok), juga dilarang tidur siang. Terang saja tanpa tikar tebal atau bantal. Paling ada sehelai tikar tipis diatas ubin, yang telah menjadi sarang kutu, rayap dan sejenis serangga lain.....
( Kesaksian seorang tawanan Perang)

Kenpeitai sendiri sebagai perlengkapan dari kemaharajaan Jepang telah berdiri pada tahun 1881 beranggotakan 349 perwira terpilih dari angkatan darat Jepang. Sejak awal mereka memiliki tugas ganda, yaitu mengawasi personil militer sekaligus mengawasi rakyat. Pada jaman Showa, sasaran mereka adalah buruh, mahasiswa, petani, kaum sosialis dan komunis. Mereka juga menangani orang-orang yang menyuarakan ideologi tertentu. Metode kerjanya diarahkan pada penciptaan teror dikalangan luas, melalalui intimidasi, tindak kekerasan, dan bahkan pembunuhan. Di luar Jepang, lembaga ini aktif dalam sejumlah perang atau wilayah pendudukan, seperti Formosa (1895-1945), Korea (1886-1945), dan Cina (1901-1945) dan selama Perang Dunia II, di Birma, Indocina, Malaysia, Filipina dan Indonesia.
Di wilayah-wilayah pendudukan mereka menegaskan kekuasaan dan berusaha menghancurkan setiap bentuk mobilisasi anti Jepang. Kenpeitai juga melakukan sensor terhadap segala bentuk percetakan, mengawasi kegiatan-kegiatan yang dianggap subversif, memusnakan jaringan mata-mata musuh, mengawasi setiap peralatan vital seperti kantor pos, stasiun kereta api, hotel, sekolah dan tempat-tempat umum lainnya. Pada masa pendudukan di Indonesia mereka selalu hadir dalam kamp-kamp tawanan perang. Sekedar mengingatkan setelah dua minggu Jepang secara resmi menduduki Indonesia, segala bentuk aktivita spolitik dilarang. Simbol-simbol dari kaum nasionalis seperti bendera merah puti dilarang berkibar. Partai-partai yang tetap bertahan hidup pada masa kolonial dibubarkan.
Melalui berbagai keputusan pada masa awal pendudukan, pemerintahan militer Jepang melarang segala bentuk pertemuan, kelembagaan dan penerbitan. Pada tanggal 20 Maret 1942 diumumkan kebijakan yang menyatakan ”segala bentuk keterlibatan dalam pembicaraan, aktivitas dan propaganda yang berkaitan dengan organisasi dan struktur pemerintahan dianggap ilegal” tindakan represif dari pemelitahan militer Jepang ini seketika menimbulkan kekecewaan di kalangan nasionalis, yang semula melihat Jepang sebagai bangsa pembebas. Dalam perkembangan selanjutnya jepang mulai berusaha meredam ketegangan politik yang timbul, akibat tindakan represif mereka. Dalam waktu dua bulan setelah semua kegiatan politik dinyatakan dilarang, didirikan Gerakan Tiga A dibawah pimpinan R. Samsudin, seorang nasionalis yang kurang terkemuka.
Tujuan utama dari pembentukan lembaga ini adalah memobilisasi masa Indonesia untuk mendukung Jepang pada masa perang. Pendirian lembaga ini tidak mendapat sambutan yang hangat oleh kaum nasionalis karena dianggap tidak sesuai dengan gagasan-gagasan mereka. Meskipun begitu tidak melihat adanya jalan keluar, selain bekerjasama dengan Jepang. Baik Soekarno maupun Hatta telah memilih jalur bekerjasama seperti itu, dengan harapan bahwa segala hal yang sah harus dilakukan untuk memberi tempat lebih luas bagi perjuangan nasionalis. Sebenarnya sebelum itu telah ada kesepakatan diantara Hatta dan Sjahrir menegnai bentuk perjuangan. Hatta memilih jalan kerjasama dengan pemerintahan militer Jepang, sementara Sjahrir memilih aktivitas bawah tanah.
Mereka yang tergabung dalam Partai Indonesia Raya (PARINDRA) agaknya lebih mudah menerima perubahan kondisi ini, walaupun hanya sedikit yang akhirnya mau bekerjasama dengan Jepang. Dalam waktu singkat saja Jepang telah berhasil mengawasi tokoh-tokoh politik di Jawa, baik itu kolaborator amupun tidak, dengan segala peringkat jabatan. Sementara itu Soekarno bersama Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansyur membentuk empat serangkai  sebagai pemimpin orang-orang yang mau bekerjasama dengan Jepang. Pada tanggal 9 Maret 1942 akhirnya didirikan Pusat Tenaga Rakyat (POETERA). Lembaga baru yang dijanjikan itu ternyata tidak berbentuk partai, dan pada dasarnya tidak menyediakan tempat juga bagi para anggotanya untuk menggalang kekuatan politik. Sebagai ketua dipilih Soekarno dibantu oleh ketiga rekannya dalam empat serangkai. Pada tahun 1944 lembaga ini kemudian diganti oleh Djawa Hokaiko. Lembaga yang disebut belakangan ini juga memiliki organisasi pemuda, yang dinamakan Barisan Pelopor  yang secara langsung berada di bawah penguasaan kaum nasionalis.
Golongan selanjutnya yang tetap bertahan diatas tanah adalah golongan Islam. Hubungan antara Jepang dengan Islam di Indonesia sebenarnya telah berlangsung sebelum masa pendudukan. Ketika diadakan konferensi Islam se-dunia di Tokyo (1938), Majelis Islamil A’laa Indonesia (MIAI) mengirimkan wakil mereka. Jepang sendiri saat itu memiliki lembaga pengkajian agama Islam, sekalipun tidak banyak dianut oleh warganya sendiri. Kebijakan terhadap golongan Islam diatur dalam Senryochi Gunsei Yoko  yang dikeluarkan tanggal 14 Maret 1942. Dalam dokumen tentang tata pelaksanaan pemerintahan militer Jepang didaerah pendudukan, hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan diatur secara ringkas dalam alinea berikutnya. Jelas pemerintahan militer Jepang menganggap Islam sebagai alat propaganda politik dan mobilisasi masa. Mereka melihat adanya celah, karena Islam jelas berbeda dengan orang-orang barat yang kebanyakan beragama kristen. Tokoh-tokoh muslim mendapat perhatian besar dari Jepang karena potensi mereka sebagai alat propaganda. Perhatian yang besar ini ditunjukan dnegan dibentuknya Shumubu (Kantor Urusan Agama) yang berdiri sendiri. Berbeda dengan jaman kolonial yang meletakkan urusan agama Islam dibawah kantoor Adviser Voor Inlandsche Zaken (bagian dari Departement  Van Onderwijs En Erendients). Dalam perkembangannya, Shumubu mengalami beberapa perkembangan, misalnya dengan naiknya Husien Djajadiningrat sebagai Shumubu Cho (Kepala Departemen) September 1943. Hal ini berkaitan dengan langkah Seiji Sanyo yang memberikan kesempatan bagi pribumi untuk berpartisipasi dalam politik.
MIAI pada tahun 1943 diubah menjadi Madjelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Para pemimpin Islam ini banyak yang mnejadi pimpinan dalam PETA. Dalam pembentukan Chuo Sangiin golongan Islam mendapat enam wakil yang terkemuka dari seluruh anggota yang berjumlah 43 orang. Sangat kontras jika dibandingkan dengan masa kolonial, dimana golongan Islam hanya memiliki satu orang wakil dalam Volksraad yang beranggotakan 60 orang. Disamping kehidupan politik golongan-golongan yang coba dijelaskan diatas, di beberapa daerah terjadi sejumlah pergolakan yang menandai ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan militer Jepang. Romusha atau tenaga kerja paksa yang memakan banyak korban dan menimbulkan semacam sentimen anti Jepang dikalangan rakyat.
Ditambah lagi dengan adanya peneyrahan secara paksa, seperti di Indramayu dan Tasikmalaya. Akhirnya mengagetkan pemerintahan pendudukan Jepang dilakukan oleh Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Booie Gyuugun, Blitar, Kediri. Kerusuhan ini terjadu pada tanggal 14 Februari 1945 dengan melibatkan hampir semua tentara yang dipimpin Supriyadi. Gambar yang kasar mengenai perkembangan politik pada masa pendudukan Jepang, memperlihatkan hal yang sangat penting. Pertama, sejak awal kedatangannya Jepang telah menancapkan pemerintahan militer yang sangat represif. Melalui pemerintahan militer inilah mereka secara umum menguasai rakyat di Jawa. Dominasi dalam segala aspek kehidupan dengan sendirinya menyempitkan ruang gerak kaum nasionalis.
Kedua, reaksi atau sikap yang diambil orang-orang Indonesia pun beragam. Seperti kita lihat sejumlah tokoh-tokoh yang justru memilih bekerjasama dengan Jepang, kemudian golongan Islam yang masuk kedalam bagian yang berhasil di mobilisasi. Kenyataan ini membawa kita pada persoalan selanjutnya.
Dimana letak orang-orang yang pada masa kolonial sangat anti fasis dan sejak semula menolak kedatangan Jepang?
Apa yang dilakukan golongan tersebut, dengan adanya rezim yang demikian represif ?
Siapa orang-orang yang termasuk dalam golongan tersebut ?
Dan yang paling penting, gagasan apa yang ditampilkan yang membuat mereka menjadi berbeda dengan arus besar yang ada?
Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang dapat diajukan dan untuk keperluan itu penulis akan mencoba menguraikan apa yang dipahami sebagai gerakan bawah tanah.