Pengertian
Sosialisme (sosialism) secara
etimologi berasal dari bahasa Prancis “social” yang berarti
kemasyarakatan. Istilah sosialisme pertama kali muncul di Prancis sekitar tahun
1830. Umumnya sebutan itu dikenakan bagi
aliran yang masing-masing hendak mewujudkan masyarakat yang berdasarkan hak
milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar produksi tidak
lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan atau swasta yang
hanya memperoleh laba tetapi semata-mata untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Dalam arti tersebut ada empat
aliran yang dinamakan sosialisme; sosialis demokrat, komunisme, anarkisme dan
sinkalisme. Sosialisme ini muncul kira-kira pada awal abad 19, tetapi gerakan
ini belum berarti dalam lapangan politik. Baru sejak pertengahan abag 19 yaitu
sejak terbitnya buku Karl Marx, ”Manifes Komunis” tahun 1848. sosialisme
itu sebagai faktor yang sangat menetukan jalannya sejarah umat manusia.
Sosialisme adalah pandangan
hidup dan ajaran kemasyarakatan tertentu yang berhasrat mengusai sarana-sarana
produksi serta pembagian hasil-hasil produksi secara merata. Sosialisme sebagai
ideologi politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang dianggap benar
oleh para pengikutnya menegnai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya
kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan revolusi, persuasi,
konstitusional parlementer, dan tanpa kekerasan.
Sosialisme sebagai ideologi
politik timbul dari keadaan yang kritis di bidang sosial, ekonomi dan politik
akibat revolusi industri. Adanya kemiskinan, kemelaratan, kebodohan kaum buruh,
maka sosialisme berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan secara merata. Dalam
perkembangan sosialisme terdiri dari berbagai macam bentuk seperti sosialime
utopia, sosialisme ilmiah yang kemudian akan melahirkan berbagai aliran sesuai
dengan nama pendirinya atau kelompok masyarakat pengikutnya seperti Marxisme-Leninisme,
Febianisme, dan Sosialis Demokratis. Sosialisme dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik pada masyarakat bangsa yang memiliki tradisi demokrasi
yang kuat.
Sosialisme yang ada disetiap negara
memiliki ciri khas sesuai dengan kondisi sejarahnya. Dalam sosialisme tidak ada
garis sentralisasi dan tidak bersifat internasional. Sosialisme di
negara-negara berkembang mengandung banyak arti, sosialisme berarti cita-cita
keadilan sosial; persaudaraan; kemanusiaan dan perdamaian dunia yang
berlandaskan hukum; dan komitmen pada perencanaan. Di negara-negara barat yang
lebih makmur, sosialisme diartikan sebagai cara mendistribusikan kekayaan
masyarakat secara lebih merata sedangkan di negara berkembang sosialisme
diartikan sebagai cara mengindustrilisasikan negara yang belum maju atau
membangun suatu perekonomian industri dengan maksud menaikan tingkat ekonomi
dan pendidikan masyarakat.
Filsafat
Marxisme
Secara historis, filsafat
Marxisme adalah filsafat perjuangan kelas buruh untuk menumbangkan kapitalisme
dan membawa sosialisme. Sejak filsafat ini dirumuskan oleh Karl Marx dan
Friedrich Engels tahun 1840-an dan terus berkembang. Filsafat ini telah
mendominasi perjuangan buruh secara langsung maupun tidak langsung. Kendati
usaha-usaha para akademisi borjuis untuk menghapus ataupun menelikung Marxisme,
filsafat ini terus hadir didalam sendi-sendi perjuangan kelas buruh.
Oleh karena filsafat ini
adalah miliknya buruh dan bukan hanya milik kaum intelektual. Marx menuangkan
pemikirannya bukan untuk kaum intelektual dan para filsuf terpelajar, tetapi
untuk digunakan kaum buruh dalam perjuangannya. Dalih bahwa buruh terlalu bodoh
untuk bisa memahami dasar-dasar filsafat Marxisme adalah tidak lain usaha kaum
borjuasi untuk memisahkan burh dari filsafat perjuangannya. Tidak ada yang bisa
memisahkan burh dari filsafatnya karena dalam kesehari-hariannya buruh
menghidupi filsafat ini dalam aktivitasnya di pabrik. Alhasil, burulah yang pada
akhirnya mampu merenggut filsafat ini untuk digunakan dalam perjuangan melawan
kapitalisme. Sejarah telah menunjukan bahwa pasukan kaum intelektual bersenjata
Marxisme tidak pernah mencapai sejauh pasukan kaum buruh dengan senjata yang
sama.
Marxisme adalah kata lain
untuk sebuah filsafat yang bernama dialektika materialisme. Dialektika dan
Materialisme adalah dua filsafat yang dikembangkan oleh filsuf-filsuf barat dan
juga filsuf-filsuf timur yang kemudian disatukan, disintesiskan, oleh Marx
menjadi Dialektika Materialisme. Untuk memahami pokok-pokok Marxisme
kita bisa memecahkannya menjadi tiga bagian seperti yang dipaparkan oleh Lenin;
Dialektika Materialisme, Sejarah Materialisme, dan Ekonomi Marxis.
Ketiga bagian ini yang
biasanya menjadi bagian utama dari Marxisme. Namun pada dasarnya, sejarah
Materialisme adalah pemahaman sejarah dengan metode Dialektika Materialisme,
dan Ekonomi Marxis adalah
pemahaman ekonomi dengan metode Dialektika Materialisme. Semua aspek
kehidupan bisa ditelaah dengan Dialektika Materialisme, kebudayaan,
kesenian, ilmu sains, dan lain-lain. Semua ini bisa dipelajari dengan metode Dialektika
Materialisme, dan hanya dengan metode ini kita bisa memahami bidang-bidang
tersebut dengan sepenuh-penuhnya.
Jadi pada dasarnya pokok dari
Marxisme adalah Dialektika Materialisme. Oleh karenanya kita akan
memulai dari pemahaman Dialektika Materialisme. Tanpa pemahaman Dialektika
Materialisme, maka kita tidak akan bisa memahami sejarah Materialisme dan
Ekonomi Marxis.
Materialisme
Ketika kita berbicara mengenai
Materialisme, kita berbicara mengenai filsafat Materialisme yang berseberangan
dengan filsafat idealisme. Disini kita harus membedakan Materialisme yang kita
kenal dalam perbincangan sehari-hari. Biasanya kalau kita mendengar kata materialisme,
kita lantas berfikir ini berarti hanya memikirkan kesenangan duniawi, hanya
suka berpesta pora, mementingkan uang diatas segala-galanya. Dan ketika kita
mendengarkan kata idealisme, kita lalu berfikir ini berarti orang yang punya
harapan, yang bersahaja dan punya mimpi dan cita-cita mulia. Pengertian
sehari-hari ini bukanlah pengertian yang sesungguhnya untuk Materialisme dan
Idealisme dalam artian filsafat.
Sepanjang sejarah filsafat ada
dua kubu, yakni kubu idealisme dan kubu materialisme. Filsuf-filsuf awal Yunani
Plato dan Hegel adalah kaum idealis. Mareka melihat dunia sebagai refleksi dari
ide, pemikiran atau jiwa seorang manusia atau seorang makhluk maha kuasa. Bagi
kaum idealis, benda-benda materid atang dari pemikiran. Sebaliknya kaum
Materialis melihat bahwa benda-benda materi adalah dasar dari segalanya, bahwa
pemikiran, ide, gagasan, semua lahir dari materi yang ada di dunia nyata. Ini
bisa kita lihat dengan mudah. Sistem angka kita yang mengambil bilangan
sepuluh, ini adalah karena kita manusia memiliki sepuluh jari sehingga kita pun
menghitung sampai sepuluh. Bilamana manusia punya dua belas jari, tidak akan
aneh kalau sistem angka kita maka akan mengambil bilangan dua belas bukan
sepuluh. Jadi konsep dasar matematika bukanlah sesuatu yang datang dari langit,
bukanlah sesuatu yang tidak ada dasar materinya. Kaum idealis akan berfikir
bahwa bilangan sepuluh ini adalah konsep abadi yang akan selalu ada dengan atau
tanpa kehadiran manusia berjari sepuluh.
Bahkan alam sadar kita adalah
produk dari materi yakni otak kita sebagai salah satu organ tubuh kita. Bilamana
otak kita rusak karena cedera, maka kita pun akan kehilangan kesadaran kita. Otak
kita tidak lain adalah kumpulan sel-sel yang bekerja dengan zat-zat kimia. Maka
tidak heran kalau kita menenggak banyak alkohol maka kesadaran kita pun akan
terpengaruh, atau kalau kita mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau minum obat
sakit kepala paramex yang bisa menghilangkan rasa sakit kepala kita. Kaum idealis
sebaliknya mengatakan bahwa kesadaran manusia ini tidak ada sangkut pautnya
dengan otak, bahwa kesadaran manusia itu abadi. Ilmu sains telah menihilkan
idealisme dan sekarang kita tahu kalau otak adalah dasar materi dari kesadaran
kita.
Kesadaran kita, cara berfikir
kita, tabiat-tabiat kita, semua ini adalah akibat dari interaksi kita dengan
lingkungan sekeliling kita, yakni dunia materi yang ada di sekita kita. Petani
cara berfikirnya beda dengan buruh karena mereka dalam kesehari-hariannya kerja
bercocok tanam di sawah, sedangkan buruh harus bekerja di pabrik dengan ratusan
buruh lain dan mesin-mesin yang menderu. Oleh karenanya pun metode perjuangan
buruh berbeda dengan kaum tani dan juga kesadarannya. Buruh karena terlempar
masuk ke pabrik dalam jumlah ratusan dan ribuan punya kesadaran solidaritas dan
berorganisasi yang pada umumnya lebih tinggi daripada kaum tani. Buruh
membentuk serikat-serikat buruh, yang dalam sejarah secara umum merupakan
lokomotif sejarah. Sedangkan petani karena biasanya bekerja terpisah-pisah
dalam ladang mereka masing-masing solidaritas dan kesadaran berorganisasi
mereka umumnya lebih rendah. Kita mengatakan secara umum karena kita tidak
menihilkan bahwa ada juga petani-petani yang berorganisasi membentuk serikat
tani. Misalnya dulu di Indonesia ada Barisan Tani Indoensia (BTI) yang sangat
besar dan kuat, namun BTI pun eksis karena dorongan Partai Komunis Indonesia,
yakni partai yang secara historis berbasiskan pada kelas buruh Indonesia.
selain itu sejarah juga membuktikan bahwa pada umumnya organisasi buruh lebih
matang, kuat dan konsisten daripada organisasi tani.
Dari contoh ini, tampaknya
mudah bagi kita untuk menerima Materialisme sebagai filsafat kita. Namun,
didalam kehidupan sehari-hari ternyata idealisme merasuk ke dalam cara berfikir
kita tanpa kita sadari. Kaum kapitalis pun giat menyebarkan idealisme ke dalam
cara berfikir rakyat pekerja guna melanggengkan kekuasaan mereka. Ditanamkan
kedalam pikiran kita bahwa ada yang namanya itu sifat alami manusia, dan bahwa
sifat alami manusia ini adalah serakah dan egois. Oleh karena sifat alami
manusia ini maka kapitalisme, sistem masyarakat yang berdasarkan persaingan
antara manusia karena keserakahan mereka, adalah sistem yang paling alami dan
akan eksis selama-lamanya sebagai sistem yang sempurna dan akhir. Pembenaran
yang sering kita dengar dari para pembela sistem kapitalisme.
Kaum Materialis berfikir
berbeda, bahwa sifat serakah dan egois manusia ini bukanlah sifat alami,
bukanlah sebuah ide atau gagasan di dalam pikiran manusia yang jatuh dari
langit. Materialisme mengajarkan bahwa sifat manusia itu adalah hasil dari
interaksinya dengan dunia materi di luarnya, bahwa kesadaran manusia ditentukan
oleh keberadaan sosialnya. Maka itu, sifat serakah dan egois manusia ini sesungguhnya
adalah hasil dari sistem produksi dan sosial yang ada sekarang ini. maka memang
tidak heran kalau kita melihat keserakahan dan keegoisan di masyarakat kita,
karena sistem produksi kita membuat atau lebih tepatnya memaksa manusia menjadi
seperti itu. keserakahan dan keegoisan manusia yang kita saksikan di jaman
dahulu, ketika sistem produksi dan sosialnya bukanlah kapitalisme. Dari sudut
pandang ini maka kita ubah sistem produksi dan sosial masyarakat, maka akan
berubah juga tabiat dasar manusia. Perubahan ini tidak akan terjadi dalam
sekejap, namun penggulingan kapitalisme dan pembangunan sosialisme akan
menyediakan pondasi untuk pembangunan karakter manusia yang baru yang tidak
berdasarkan keserakahan, tetapi berdasarkan semangat gotong royong yang sejati-jatinya.
Dari sini kita bisa lihat
bagaimana filsafat idealisme ini pada dasarnya kontra revolusioner karena
filsafat ini membenarkan kapitalisme sebagai sistem yang alami dan kekal.
Sedangkan Materialisme adalah filsafat yang revolusioner, karena ia mengajarkan
kita bahwa kapitalisme bukanlah sistem yang lahir dari apa yang disebut tabiat
alami manusia tetapi justru sebaliknya bahwa tabiat manusia itu adalah hasil
dari sistem sosial yang ada. Akan tetapi Materialisme tanpa Dialektika adalah
Materialisme yang formalis dan kaku. Tanpa Dialektika, Materialisme tidaklah
lengkap untuk bisa menjelaskan dunia.
Dialektika
Dialektika adalah satu cara pandang
atas sesuatu dalam keadaan geraknya dan bukan dalam keadaan diamnya. Proposi
dasar Dialektika adalah bahwa segala hal selalu ada dalam proses perubahan yang
dinamik, yang sering kali prosesnya tidak terlihat dan tidak bergerak dalam
garis lurus.
Untuk memudahkan kita memahami
Dialektika, ada tiga hukum utama gerak Dialektika yang bisa kita rangkum ;
1.
Perubahan kuantitas menjadi
kualitas.
2.
Kutub berlawanan yang saling
merasuki
3.
Negasi dari negasi
Perubahan kuantitas menjadi kualitas
Ada dua jenis perubahan, yakni
perubahan kuantitas dan perubahan kualitas. Perubahan kuantitas adalah satu jenis
perubahan yang hanya menyentuh besaran dari sesuatu hal atau benda. Sedangkan
perubahan kualitas adalah sebuah perubahan dari satu sifat ke sifat yang lain.
Di alam maupun ilmu sosial, kita dapat menyaksikan dua jenis perubahan ini.
Hukum Dialektika mengajarkan bahwa pada saat tertentu perubahan kuantitas bisa
beralih menjadi perubahan kualitas, bahwa perubahan tidak selalu berada dalam
garis lurus tetapi pada momen tertentu mengalami loncatan.
Banyak sekali contoh di alam yang
menggambarkan Hukum Dialektika ini, misalnya mendidihnya air. ketika kita
menaikkan suhu air satu derajat dari 20 derajat ke 21 derajat, tidak ada
perubahan kualitas. Air masih berbentuk air, yang terjadi hanya perubahan
kuantitas. Kita bisa terus menaikkan suhu air ini satu derajat per satu
derajat, hingga suhu air mencapai 99 derajat, dan air pun masih berbentuk air.
Tetapi ketika kita naikkan satu derajat lagi dari 99 derajat ke 100 derajat,
maka sesuatu loncatan terjadi sebuah perubahan kualitas air. Air mendidih dan
berubah menjadi uap. Jadi perubahan satu derajat (perubahan kuantitas)
mengakibatkan mendidihnya air menjadi uap (perubahan kuantitas). Hal yang sama
juga benar untuk perubahan dari air menjadi es.
Tetapi Hukum Dialektika ini tidak
terbatas pada alam saja, tetapi juga pada hubungan sosial manusia. Revolusi
adalah perubahan kualitas. Masyarakat tidak berubah dengan perlahan-perlahan
atau gradual, tetapi bergerak dengan loncatan-loncatan. Revolusi Prancis 1789,
Komune Paris 1871, Revolusi Inggris, Revolusi Rusia, Revolusi Tiongkok, dan
lain-lain. Semua ini adalah perubahan kualitas di dalam gerak masyarakat tetapi
tidak hanya revolusi saja yang merupakan perubahan kualitas, kontra revolusi
pun loncatan, sayangnya loncatan ke belakang. G30S (Gerakan 30 September) dan
periode pembantaian 1965-1966 dapat dilihat sebagai sebuah perubahan kualitas
di dalam gerakan buruh Indonesia, yakni perubahan dari periode revolusioner ke
periode reaksi sebuah loncatan ke belakang.
Ledakan gerakan Reformasi 1998 pun
adalah satu contoh perubahan kualitas. Setelah 32 tahun di bawah cengekraman
rezim Presiden Soeharto, dimana tampak dipermukaan tidak ada perubahan
kesadaran sama sekali kendati kesengsaraan rakyat yang makin parah, akhirnya
ini semua berubah pada tahu 1997-1998. Rezim kediktatoran Soeharto sudah tidak
bisa lagi ditahan dan rakyat pun hilang rasa takutnya dan terjadi loncatan
kesadaran.
Revolusi Tunisia juga memberikan kita
suatu contoh lagi akan peralihan dari perubahan kuantitas bmenjadi kualitas.
Banyak orang pintar mengutarakan bahwa Revolusi Tunisia ini disebabkan oleh
pembakaran diri Mohamed Bouazizi seorang penjual buah. Mohamed Bouazizi sering
ditindas oleh polisi dan akhirnya dia tidak tahan lagi akan penindasan ini
sehingga mengkahiri nyawanya dengan membakar diri. Pembakaran dirinya lalu
menyulut Revolusi Tunisia yang berakhir menumbangkan kediktatoran Ben Ali.
Namun dia bukan satu-satunya pedagang pasar yang sering ditindas aparat
keamanan, dan ia bukanlah yang pertama yang bunuh diri karena tidak tahan
kesengsaraan hidup. Di Indoensia sendiri, kita sering baca berita mengenai
orang-orang miskin yang bunuh diri karena kemiskinan. Jadi pembakaran diri
Mohamed Bouazizi bisa dilihat sebagai sebuah perubahan kuantitas yang lalu
berubah menjadi perubahan kualitas. Dia adalah satu tetes air yang membuat
bendungan kemarahan rakyat yang meluap. Seperti kata Engels :
”necessity expresses it self
through accident”
(Friedrich Engels)
Keniscayaan mengekspresikan
dirinya lewat kecelakaan atau kebetulan.
Situasi masyarakat Tunisia
memang sudah sangat panas, dan hanya butuh satu derajat celsius saja untuk
membuatnya mendidih, dan satu derajat ini diwakili oleh pembakaran Mohamed
Bouazizi.
Kutub
berlawanan yang saling merasuki
Hukum Dialektika kedua
adalah kutub berlawanan yang saling merasuki. Hukum ini mengajarkan kepada kita
bahwa kontradiksilah yang menggerakkan dunia. Akal sehat mencoba membuktikan
bahwa semua kekuatan yang saling bertentangan adalah eksklusif satu sama lain,
bahwa hitam adalah hitam, dan putih adalah putih. Akal sehat mencoba menyangkal
kontradiksi sebagai bagian dari proses. Dialektika menjelaskan bahwa tanpa
kontradiksi maka tidak ada gerak, tidak ada proses.
Hidup dan mati adalah dua hal yang saling bertentangan,
tetapi mereka adalah dua proses yang saling merasuki. Kita hidup, jantung kita
bergerak, memompa darah ke seluruh tubuh kita untuk memasok oksigen dan nutrisi
ke setiap sel tubuh kita supaya mereka bisa hidup dan tumbuh. Tetapi pada saat
yang sama, puluhan ribu sel di dalam tubuh kita mati setiap detiknya hanya
untuk digantikan oleh yang baru. Proses hidup dan mati ini saling merasuki di
dalam tubuh kita sampai kita menghela napas terakhir kita. Proses ini yang
menggerakan kita.
Begitu pula masyarakat kita, yang bergerak karena
kontradiksi. Revolusi sosial terjadi katika tingkat produksi manusia
sudah bertentangan dengan sistem sosial yang ada. Inilah basis dari setiap
revolusi di dalam sejarah umat manusia, dari jaman komunisme primitif, ke jalan
perbudakan, ke jalan feodalisme, dan sekarang jaman kapitalisme. Kontradiksi
antara tingkat produksi dan sistem sosial terus saling berbenturan, saling
merasuki, dan menjadi motor penggerak sejarah. Di jaman kapitalisme,
kontradiksinya adalah antara sistem produksi yang bersifat sosial dengan nilai surplus
yang diapropriasi secara individual. Tidak ada satupun buruh yang bisa
mengatakan bahwa dia sendirilah yang memproduksi sebuah komputer misalnya.
Ribuan bahkan ratusan ribu buruh dari berbagai industri bekerja bersama
memproduksi ribuan komponen terpisah yang lalu dirakit menjadi sebuah komputer.
oleh karenanya sistem produksi kapitalisme adalah sistem produksi sosial. Namun
nilai surplus, atau produk tersebut tidak menjadi milik sosial dan hanya
menjadi milik pribadi, yakni segelintir pemilik alat produksi tersebut.
Kontradiksi inilah yang lalu membawa perjuangan kelas kadang terbuka kadang
tertutup antara burh dan kapitalis yang terus menerus mendorong masyarakat
kita.
Negasi dari negasi
Hukum Dialektika yang ketiga adalah
negasi dari negasi. Hukum ini bersinggungan dengan watak perkembangan melalui
serangkaian kontradiksi yang terus menerus menegasi dirinya. Namun penegasian
ini bukanlah penyangkalan penuh bentuk yang sebelumnya, tetapi penegasian
dimana bentuk yang sebelumnya dilampaui dan dipertahankan pada saat yang sama.
Manifestasi nyata hukum ini dapat kita lihat disekitar kita. Contohnya adalah
perkembangan sebuah tanaman. Sebuah benih yang jatuh di tanah, setelah
mendapatkan air dan cahaya matahari tumbuh menjadi kecambah, lalu kecambah ini terus
tumbuh menjadi dewasa dan bila waktunya tiba maka kuncup-kuncup bunga pun
muncul. kuncup bunga ini kemudian menjadi sebuah bunga dan bunga kecambah
menegasi benih biji yang lalu dinegasi oleh kuncup bunga. Kuncup bunga ini lalu
dinegasi oleh bunga yang mekar, yang lalu dengan sendirinya dinegasi lagi oleh
buah dengan biji-biji di dalamnya. Setiap tahapan ini berbeda secara kualitas,
saling menegasi tetapi masih mengandung esensi dari tahapan sebelumnya. Setiap
tahapan pertumbuhan tanaman ini terus bergerak menjadi satu kesatuan organik.
Benih-benih baru tersebut akan
mengulangi siklus yang sama lagi. Namun benih-benih baru ini tidak akan sama
dengan benih yang sama karena dalam proses pembentukkannya ia telah menyerap
berbagai elemen-elemen dari luar. Dalam bahasa sainsnya genetika benih baru ini
telah mengalami perubahan melalui mutasi genetika yang disebabkan oleh berbagai
faktor dan proses seperti sinar ultraviolet matahari, zat-zat kimia, dan
sebagainya. Melalui proses polinasi antar tanaman. Tumbuhan ini mengalami
evolusi dan terus berubah. Jadi siklus pertumbuhan tanaman bukanlah sebuah
lingkaran tertutup yang harus berputar-putar dan mengulang-ulang. Tetapi sebuah
siklus yang berbentuk spiral yang bisa terus naik dan juga bisa turun yang
kalau dilihat dari satu sudut saja tampak seperti berputar-putar di satu
tempat, tetapi kalau dilihat secara keseluruhan perputaran ini tidak diam di
tempat tetapi bergerak naik secara spiral.
Sejarah pun demikian, para sejarawan
borjuis terus mencoba membuktikan dan menanamkan di dalam pikiran rakyat kalau
sejara ini hanyalah sebuah pengulangan yang tidak berarti yang terus bergerak
dalam lingkaran tanpa akhir. Sementara Dialektika melihat sejarah sebagai
sebuah perkembangan yang di permukaan mungkin tampak seperti pengulangan tak
berarti namun pada kenyataannya ia bergerak terus ke bentuk yang lebih tinggi
karena diperkaya oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya. Begitu juga dengan
perkembangan gagasan dan sains di dalam masyarakat. Para alkemis zaman
pertengahan memimpikan sebuah ”batu filsuf” yang mereka percaya bisa mengubah
timah menjadi emas.
Di dalam pencarian utopis mereka ini,
para alkemis ini menemukan berbagai pengetahuan kimia dan teknik-teknik kimia
yang lalu menjadi pijakan awal untuk ilmu kimia modern. Dengan perkembangan
ilmu sains yang berbarengan dengan perkembangan kapitalisme dan industri, ilmu
kimia pun tidak lagi digunakan untuk mencari batu filsuf dan orang-orang yang
masih memimpikan transmutasi timah menjadi emas dianggap gila. Menajdi sebuah hukum
bahwa sebuah elemen tidak akan bisa diubah menjadi elemen yang lain. Akan
tetapi di dalam perkembangannya ditemukan bahwa ternyata mungkin untuk mengubah
satu elemen menjadi elemen yang lain dan bahkan secara praktek ini sudah
terbukti. Jadi setelah berabad-abad alkemis menjadi sebuah kenyataan. Tentunya
secara ekonomi biaya untuk mengubah timah menjadi emas terlampau besar sehingga
membuatnya menjadi tidak praktis.
Di masa depan, bila tingkat teknologi
dan produksi sudah mencapai ketinggian yang tidak pernah terbayangkan oleh
kita, tidak akan mengejutkan kalau kita akan bisa mengubah timah menjadi emas
dengan jentikan jari saia. Dengan demikian perkembangan ilmu kimia telah
mengalami satu putaran; Dari transmutasi elemen (mimpi) ke non transmutasi elemen
dan kembali lagi ke transmutasi elemen (kenyataan). Yang benar di alam juga
benar di masyarakat, karena pada analisa terakhir gagasan-gagasan manusia
mendapatkan dasar-dasarnya dari dunia materi. Pergerakan gagasan manusia,
pergerakan masyarakat, semua mengikuti ilmu alam sebagai basis dasarnya.
Para filsuf bayaran kaum borjuis
ingin memisahkan apa yang benar di alam dengan apa yang benar di masyarakat,
karena hukum alam adalah hukum revolusioner. Ia adalah hukum perubahan yang
terus bergerak bukan hanya dalam garis lurus tetapi juga dalam
lompatan-lompatan. Setiap kelas penguasa tidak menginginkan perubahan karena
mereka ingin terus hidup di dalam surga mereka yang abadi. Keabadian adalah
filsafatnya kelas borjuasi. Dengan filsafatnya sendiri, yakni filsafat Marxisme sebuah filsafat
perubahan kaum buruh akan mengetuk pintu
surga abadi kaum borjuis, bila perlu mendobraknya dan membersihkan surga
bumi ini dari parasit-parasit borjuasi itu.
Pemikiran dan
Politik
Sosialisme seperti
gerakan-gerakan dan gagasan liberal lainnya, hal ini mungkin karen akaum
liberal tidak dapat menyepakati seperangkat keyakinan dan doktrin tertentu.
Apalagi sosialisme telah berkembang di berbagai negara dengan tradisi
nasionalnya sendiri dan tidak pernah ada otoritas pusat yang menentukan garis
kebijakan partai sosialis yang bersifat mengikat, namun garis-garis besar
pemikiran dan kebijakan sosialis dapat disimak dari tulisan-tulisan ahli
sosialis dan kebijakan partai sosialis.
Apa yang muncul dari pemikiran
dan kebijakan itu bukanlah merupakan sesuatu konsisten. Kekuatan dan kelemahan
utama sosialisme terletak dalam kenyataan bahwa sistem itu tidak memiliki
doktrin yang pasti dan berkembang karena sumber-sumber yang saling bertentangan
dalam masyarakat yang merupakan wadah perkembangan sosialisme. Dalam
perkembangannya, Lenin dan Stalin berhasil mendirikan negara komunis. Istilah Sosialis
lebih disukai daripada Komunis karena dirasa lebih terhormat dan
tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka menyebut masa transisi dari negara
kapitalis ke arah negara komunis atau ”Masyarakat tidak berkelas”
sebagai masyarakat sosialis dan masa masa transisi itu terjadi dengan bentuknya
”Negara Sosialis”, kendati istilah resmi yang mereka pakai adalah ”Negara
Demokrasi Rakyat”. Di pihak lain negera diluar negara sosialis, yaitu
negara yang diperintah oleh partai komunis, tetap memakai sebutan komunisme
untuk organisasinya, sedangkan partai sosialis di negara barat memakai sebutan
”Sosialis Demokrat”
Dengan demikian dapat dikemukakan,
sosialisme sebagai ideologi politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang
dianggap benar mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya
kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan revolusi, persuasi,
konstitusional-parlementer dan tanpa kekerasan.
Pertalian antara demokrasi dan
sosialisme merupakan satu-satunya unsur yang paling penting dalam pemikiran dan
politik sosialis. Ditinjau dari segi sejarah sosialisme, segera dapat diketahui
gerakan sosialis yang berhasil telah tumbuh hanya di negara-negara yang
mempunyai tradisi-tradisi demokrasi yang kuat, seperti Inggris, Selandia Baru,
Skandinavia, Belanda, Swiss, Australia, Belgia. Mengapa demikian sebab
pemerintahan yang demokratis dan konstitusional pada umumnya diterima kaum
sosialis dapat memusatkan perhatian pada programnya yang khusus, meskipun
program itu tampak terlalu luas yakni; menciptakan kesempatan yang lebih banyak
bagi kelas-kelas yang berkedudukan rendah mengakhiri ketidaksamaan yang
didasarkan atas kelahiran dan tidak atas jasa, membuka lapangan pendidikan bagi
semua rakyat, memberikan jaminan sosial yang cukup bagi mereka yang sakit,
menganggur dan sudah tua dan sebagainya.
Sosialisme mempunyai persamaan
dalam satu hal yaitu membuat demokrasi lebih nyata dengan jalan memperluas
pemakaian prinsip-prinsip demokrasi dari lapangan politik ke lapangan bukan
politik dari masyarakat. Sejarah menunjukan, masalah kemerdekaan merupakan
dasar bagi kehidupan manusia. Kemerdekaan memeluk agama, kepercayaan,
mendirikan organisasi politik dan sebagainya merupakan sendi-sendi demokrasi.
Jika prinsip demokrasi telah tertanam kuat dalam hati dan pikiran rakyat maka
kaum sosialis dapat memusatkan perhatian pada aspek lain.
Sosialisme hanya dapat
berkembang dalam lingkungan masyarakat dan pemerintahan yang memiliki tradisi
kuat dalam demokrasi. Pada saat kaum sosialis berhasil memegang kekuasaan,
pemerintahan masih tetap diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk ikut
ambil bagian (sebagai oposisi) dan mereka juga menyadari bahwa kekuasaan yang
diperoleh tidak bersifat permanen.