Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/08/cara-membuat-link-bergoyang-di-blog.html#ixzz28xrWTRe3
ENO SOCIALIST "Keterasingan Dalam Kemunafikan"

Kamis, 08 Maret 2012

Sejarah Nama Indonesia

Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka ragam. Kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan).
Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Dwipa (Pulau) dan Antara (Luar, Seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, Istri Rama yang di culik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas) diperkirakan pulau Sumatera sekarang yang terletak di kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawi). Nama latin untuk kemenyan, Benzoe berasal dari nama bahasa Arab Luban Jawi (Kemenyan Jawa). Sebab pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax Sumatrana yang dulu tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jema’ah haji Indonesia masih sering di panggil ”orang jawa” oleh orang arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut Kullluh Jawi (semua Jawa).
Bangsa-bangsa eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut ”Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai  Hindia Belakang”. Sementara kepulauan ini memperoleh nama Indische Archipel, Indian Archipelago, I’Archipel Indien  (Kepulauan Hindia) atau Oost Indie, East Indies, Indies Orient (Hindia Timur). Nama lain yang kelak juga dipakai adalah Maleische Archipel, Malay Archipelago, I’Archipel Malais (Kepuluan Melayu).
Unit politik yang berada dibawah jajahan Belanda nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu ”Insulinde” yang artinya Kepulauan Hindia (dalam bahasa latin Insula berarti pulau). Nama Insulinde ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi naam surat kabar dan organisasi peregrakan di awal abad ke-20.
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI : Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur) yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869) berasal dari Skotlandia. Kemudian pada tahun 1849 ahli etnologi inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865) menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA. Dalam JIAEA volume IV tahun 1850 halaman 66-74, Earl menulis artikel On the leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations (pada karakteristik terkemuka dari bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia). Dalam artikel itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk kepuluan Hindia atau kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name) sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama yaitu Indunesia atau Malayunesia (nesos nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke bahasa Indonesia dari bahasa Inggris ).

...Penduduk kepulauan Hindia atau kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi ’orang Indunesia’ atau ’Malayunesia’”.
( George samuel Windsor Earl )

Earl sendiri mengatakan memilih nama Malayunesia (kepulauan Melayu) daripada Indunesia (kepuluan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu. Sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA volume IV halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago (etnologi dari kepulauan Hindia). Pada awal tulisannya Logan pun mengatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah indian Archipelago (kepulauan Hindia) terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian mengambil nama Indunesia yang di buang Earl, dan huruf U di ganti dengan huruf O agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap menyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian,  sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Mr. Earl menyarankan istilah etnografi   ’Indunesian’, tetapi menolaknya dan mendukung ’Malayunesian’. Saya lebih suka istilah geografis murni ’Indonesia’, yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk pulau-pulau Hindia atau kepulauan Hindia”.
( James Richardson Logan)

Ketika mengusulkan nama ”Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama ”Indonesia’ dalam tulisan-tulisan ilmiahnya dan lambat tahun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 Guru Besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku ”Indonesia oder die Inseln des Malayischen Archipel” (Indonesia atau pulau-pulau di kepulauan Melayu) sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang mempopulerkan istilah ”Indonesia di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah ”Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu antara laian tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch – Indie tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah ”Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi mula-mula menggunakan istilah ”Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrak (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1933 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama ”Indonesische Persbureau”. Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis  van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, Inlander  (pribumi) diganti dengan dengan Indonesier (orang Indonesia).
Politik
Pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia. Majalah mereka, ”Hindia Putra” berganti nama menjadi ”Indonesia Merdeka”. Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya :

Negara Indonesia merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut ’Hindia-Belanda’. Juga tidak ’Hindia’ saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya”.
( Mohammad Hatta )

Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). National Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama Indonesia. Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini di kenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; Parlemen Hindia Belanda) yaitu Muhamad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutarjo Kartohadikusumo mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesia diresmikan sebagai pengganti nama Nederlandsch-Indie. Permohonan ini ditolak. Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama Hindia-Belanda. Pada tanggal 17 Agustus 1945 menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan lahirlah Republik In donesia.

Tidak ada komentar: