Sugondo Djojopuspito (lahir
di Tuban, Jawa Timur, 22 Februari 1904 – meninggal di Yogyakarta, 23 April 1978 pada umur 74 tahun) adalah tokoh
pemuda tahun 1928 yang memimpin Kongres Pemuda Indonesia Kedua dan menghasilkan Sumpah Pemuda, dengan motto: Satu Nusa, Satu Bangsa,
dan Satu Bahasa: Indonesia.
Latar Belakang dan
Pendidikan
Sugondo Djojopuspito lahir di Tuban, 22 Februari 1904 bapaknya bernama Kromosardjono adalah seorang
Penghulu dan Mantri Juru Tulis Desa di kota Tuban, Jawa Timur. Pendidikan HIS (Sekolah Dasar 7 tahun) tahun
1911-1918 di kota Tuban. Tahun 1919 setelah
lulus HIS pindah ke Surabaya untuk meneruskan ke MULO (Sekolah Lanjutan Pertama 3 tahun)
tahun 1919-1921. Selama di Surabaya mondok bersama Soekarno di rumah HOS Cokroaminoto. Setelah lulus MULO, tahun 1922
melanjutkan sekolah ke AMS afdeling B (Sekolah Menengah Atas bagian B -
paspal - 3 tahun) di Yogyakarta tahun 1922-1924. Di Yogyakarta mondok
di rumah Ki Hadjardewantoro Jl. Wirogunan (sekarang Jl. Tamansiswa).
Setelah lulus AMS tahun 1925
melanjutkan kuliah ke Batavia (Jakarta) pada RHS (Rechts Hooge School -
didirikan tahun 1924 - Sekolah Tinggi Hukum - Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekarang). Selama mahasiswa hidup sulit
hanya punya satu baju, yang harus dicuci dulu kalau mau kuliah. Kuliah di RHS
hanya mencapai tingkat P (propadeus - sekarang D2)
Sumpah Pemuda
"28 Oktober 1928"
Pada waktu semua
orang ikut dalam organisasi pemuda, pemuda Sugondo masuk dalam PPI (Persatuan
Pemuda Indonesia - dan tidak masuk dalam Jong Java). Pada tahun 1926 saat
Konggres Pemuda I, Sugondo ikut serta dalam kegiatan tersebut. Tahun 1928,
ketika akan ada Konggres Pemuda II 1928, maka Sugondo terpilih jadi Ketua atas
persetujuan Drs. Mohammad Hatta sebagai ketua PPI di Negeri Belanda dan Ir. Sukarno (yang pernah serumah di Surabaya) di
Bandung. Mengapa Sugondo terpilih menjadi Ketua Konggres, karena beliau adalah
anggota PPI (Persatuan Pemuda Indonesia - wadah pemuda independen pada waktu
itu dan bukan berdasarkan kesukuan.
Saat itu Mohammad Yamin adalah salah satu kandidat lain menjadi
ketua, tetapi dia berasal dari Yong Sumatra (kesukuan), sehingga diangkat
menjadi Sekretaris. Perlu diketahui bahwa Moh. Yamin adalah Sekretaris dan juga
salah satu peserta yang mahir berbahasa Indonesia (sastrawan), sehingga hal-hal
yang perlu diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang benar tidak menjadi
hambatan (seperti diketahui bahwa notulen rapat ditulis dalam bahasa Belanda
yang masih disimpan dalam museum).
Konggres Pemuda
1928 yang berlangsung tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta menghasilkan Sumpah Pemuda 1928 yang terkenal itu, di mana Para
Pemuda setuju dengan Trilogi: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Indonesia.
Selain kesepakatan ini, juga telah disepakati Lagu Kebangsaan: Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman. Dalam kesempatan ini, WR Supratman
berbisik meminta izin kepada Sugondo agar boleh memperdengarkan Lagu Indonesia Raya ciptannya. Karena Konggres dijaga oleh
Polisi Hindia Belanda, dan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
(misalnya Konggres dibubarkan atau para peserta ditangkap), maka Sugondo secara
elegan dan diplomatis dengan bisik-bisik kepada WR Supratman dipersilahkan
memperdengarkan lagu INDONESIA RAYA dengan biolanya, sehingga kata-kata
Indonesia Raya dan Merdeka tidak jelas diperdengarkan (dengan biola). Hal ini
tidak banyak yang tahu mengapa WR Supratman memainkan biola pada waktu itu.
Masa Kebangkitan
Nasional 1928-1942
Pada masa Kebangkitan Nasional aktif dalam organisasi pemuda dan
sebagai guru pada Perguruan Rakyat dan Perguruan Taman Siswa. Sekitar tahun 1935 bekerja pada
Kantor Statistik yang beralamat di Jl. Sutomo - Pasar Baru. Ia mondok di rumah
pegawai pos bersama beberapa pegawai pos Pasar Baru lainnya di Gang Rijksman
(Rijswijk), sehingga ia bisa membaca majalah Indonesia
Merdeka terbitanPerhimpunan
Indonesia di Negeri Belanda
yang dilarang masuk ke Indonesia. Pada tahun 1937 sebagai jurnalis ikut
mendirikan dan dipercaya memimpin (sebagai Direktur yang pertama, sedangkan Adam Malik menjadi Wakil Direktur/Redaktur) Kantor Berita
Antara yang beralamat di Jl. Pos Utara No. 53 -
Pasar Baru.
Tahun 1934 menikah
dengan penulis Suwarsih (Suwarsih Djojopuspito). Kakak iparnya adalah Mr. A.K.Pringgodigdo, suami dari kakak isterinya. Pada tahun 1936 Sugondo pindah ke Semarang
dan mengajar di sekolah Taman Siswa, sedangkan isterinya bekerja di sekolah
pimpinan Drs. Sigit. Tahun 1938 Sugondo diterima menjadi guru di Handels Cologium Ksatria Institur
(Sekolah Dagang Ksatria) pimpinan Dr. Douwes Dekker.
Masa Penjajahan
Dai Nippon 1943-1945
Pada masa
penjajahan Jepang, bekerja sebagai pegawai Shihabu (Kepenjaraan) yang berkantor
di Jl. Cilacap Jakarta Pusat, dan tinggal di Jl. Serang No. 13, Jakarta Pusat.
Masa Revolusi
Fisik 1945-1950
Pada masa revolusi
aktif dalam Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BP-KNIP) (beranggotakan 28 orang saja). Pada
masa RIS, dalam Negara Republik Indonesia dengan Acting Presiden Mr. Assaat, Sugondo diangkat dalam Kabinet Halim sebagai Menteri
Pembangunan Masyarakat.
Setelah RIS tahun
1950
Setelah tahun
1950, meskipun usianya masih 46 tahun, memilih pensiun, membaca buku dan sering
bertemu dengan rekan seperjuangan dalam dan luar negeri. Pernah Presiden
Sukarno (sebagai kawan yang pernah sepondokan) tahun 1952 meminta beliau datang
ke Jakarta untuk diberi jabatan penting, tetapi beliau menolak. Kawan dekat
beliau adalah Romo Mangun (Y. B. Mangunwijaya) yang sering bertandang, karena
bertetangga dekat dengan Seminari Yogyakarta di Kota Baru di mana beliau
menghabiskan waktu sehari-harinya di rumahnya yang di Kota Baru juga. Pada
tahun 1978 wafat kemudian dimakamkan di Pemakamam
Keluarga Besar Tamansiswa Taman Wijayabrata di Celeban, Umbulharjo - Yogyakarta.
Penghargaan
Pemerintah
Atas jasa pada
masa pemuda dalam memimpin Sumpah
Pemuda, maka oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978 diberikan
Tanda Kehormatan Republik Indonesia: berupa Bintang Jasa Utama.
Belum Diakui
Sebagai Pahlawan Nasional
Sudah banyak
pelaku sejarah setelah 1928 yang mendapat pengakuan Pahlawan Nasional, namun
beliau hingga kini belum mendapat pengakuan Pahlawan Nasional, mengingat setiap
tahun peristiwa Sumpah Pemuda 1928 selalu diperingati secara resmi.
Teman Baik Mr. Soenario
Dia adalah teman baik dari Sunario Sastrowardoyo dan mendirikan bulan Desember 1928
sebuah Perguruan Rakyat di Jakarta. Karena kedekatan dengan Mr. Soenario, maka
anak Sugondo kemudian diberi nama Sunaryo.
Keluarga
Suwarsih Djojopuspito, (1912-1977), isteri,
adalah seorang wanita Sunda yang menulis novel dalam 3 bahasa (Sunda, Belanda, Indonesia)
Sunartini Djanan Chudori, SH (almarhum, 1935-1996), anak pertama, aktivis LBH
Yogyakarta Sunarindrati Tjahyono, SH, (22 Februari 1937, tanggal kelahiran sama
dengan bapaknya), anak kedua, pensiunan Bank Indonesia, sekarang bekerja sebagai
Direktur Bank Mizuho Jakarta
Ir. Sunaryo Joyopuspito,
M.Eng. (lhr 1939), anak ketiga, pensiunan Departemen Perhubungan, sekarang guru
musik di Jakarta
(piano dan biola)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar