Sutan Takdir
Alisjahbana (STA), (lahir di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908 – meninggal
di Jakarta, 17 Juli 1994 pada umur 86 tahun), merupakan tokoh pembaharu,
sastrawan, dan ahli tata Bahasa Indonesia.
Keluarga
Ibunya, Puti
Samiah adalah seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal,Sumatera Utara. Puti Samiah merupakan keturunan Rajo
Putih, salah seorang rajaKesultanan Indrapura yang mendirikan kerajaan Lingga Pura di
Natal. Dari ibunya, STA
berkerabat dengan Sutan Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia.[1] Ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang guru.[2] Kakek STA dari garis ayah, Sutan
Mohamad Zahab, dikenal sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan agama dan
hukum yang luas. Di atas makamnya tertumpuk buku-buku yang sering disaksikan
terbuang begitu saja oleh STA ketika dia masih kecil. Kabarnya, ketika kecil
STA bukan seorang kutu buku, dan lebih senang bermain-main di luar. Setelah
lulus dari sekolah dasar pada waktu itu, STA pergi ke Bandung, dan seringkali menempuh perjalanan
tujuh hari tujuh malam dari Jawa ke Sumatera setiap kali dia mendapat liburan.
Pengalaman ini bisa terlihat dari cara dia menuliskan karakter Yusuf di dalam
salah satu bukunya yang paling terkenal: Layar
Terkembang.
STA menikah dengan tiga orang istri
serta dikaruniai sembilan orang putra dan putri. Istri pertamanya adalah Raden
Ajeng Rohani Daha (menikah tahun 1929 dan wafat pada tahun 1935) yang masih
berkerabat dengan STA. Dari R.A Rohani Daha, STA dikaruniai tiga orang anak
yaitu Samiati Alisjahbana, Iskandar Alisjahbana, dan Sofjan Alisjahbana.
Tahun 1941, STA menikah dengan Raden Roro Sugiarti (wafat tahun 1952) dan
dikaruniai dua orang anak yaitu Mirta Alisjahbana dan Sri Artaria Alisjahbana.
Dengan istri terakhirnya, Dr. Margaret Axer (menikah 1953 dan wafat 1994), STA
dikaruniai empat orang anak, yaitu Tamalia Alisjahbana, Marita Alisjahbana,
Marga Alisjahbana, dan Mario Alisjahbana.
Putra sulungnya, Iskandar Alisjahbana pernah menjabat sebagai
Rektor ITB, serta mertua dari
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada Kabinet
Indonesia Bersatu II, Armida Alisjahbana. Iskandar juga dikenal sebagai "Bapak
Sistem Komunikasi Satelit Domestik Palapa." Sofjan dan Mirta Alisjahbana
merupakan pendiri majalah Femina Group.[3]
Kehidupan
Setelah menamatkan
sekolah HIS di Bengkulu (1921), STA melanjutkan pendidikannya
ke Kweekschool, Bukittinggi. Kemudian dia meneruskan HKS di Bandung (1928),
meraih Mr. dari Sekolah Tinggi di Jakarta (1942), dan menerima Dr. Honoris Causa
dari Universitas Indonesia (1979) dan Universitas Sains Malaysia, Penang, Malaysia (1987).
Kariernya beraneka
ragam dari bidang sastra, bahasa, dan kesenian. STA pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933).
Kemudian mendirikan dan memimpin majalah Poedjangga Baroe (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS
di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di
Universitas Indonesia (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat
Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata
Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), guru besar dan
Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).
Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, STA pernah menjadi anggota parlemen
(1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante
(1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris
(sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of
Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study
Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak
1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en
Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas
Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur Balai Seni
Toyabungkah, Bali (1994).
STA merupakan
salah satu tokoh pembaharu Indonesia yang berpandangan liberal. Berkat
pemikirannya yang cenderung pro-modernisasi sekaligus pro-Barat, STA sempat
berpolemik dengan cendekiawan Indonesia lainnya. STA sangat gelisah dengan
pemikiran cendekiawan Indonesia yang anti-materialisme, anti-modernisasi, dan
anti-Barat. Menurutnya, bangsa Indonesia haruslah mengejar ketertinggalannya
dengan mencari materi, memodernisasi pemikiran, dan belajar ilmu-ilmu Barat.[4]
Keterlibatan dengan Balai Pustaka
Setelah lulus dari Hogere Kweekschool di Bandung, STA melanjutkan ke Hoofdacte Cursus di Jakarta (Batavia), yang merupakan
sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia-Belanda pada saat itu. Di Jakarta, STA melihat iklan lowongan
pekerjaan untuk Balai Pustaka, yang merupakan biro penerbitan pemerintah
administrasi Belanda. Dia diterima setelah melamar, dan di dalam biro itulah
STA bertemu dengan banyak intelektual-intelektual Hindia-Belanda pada saat itu,
baik intelektual pribumi maupun yang berasal dari Belanda. Salah satunya ialah
rekan intelektualnya yang terdekat, Armijn Pane.
Perkembangan
Bahasa Indonesia
Dalam kedudukannya
sebagai penulis ahli dan kemudian ketua Komisi Bahasa selama pendudukan Jepang,
STA melakukan modernisasiBahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional
yang menjadi pemersatu bangsa.[5] Ia yang pertama kali menulis Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia
(1936) dipandang dari segi Indonesia,
yang mana masih dipakai sampai sekarang. Serta Kamus Istilah yang berisi
istilah-istilah baru yang dibutuhkan oleh negara baru yang ingin mengejar
modernisasi dalam berbagai bidang. Setelah Kantor Bahasa tutup pada akhir
Perang Dunia kedua, ia tetap mempengaruhi perkembangan Bahasa Indonesia melalui
majalah Pembina Bahasa yang diterbitkan dan dipimpinnya. Sebelum kemerdekaan, STA adalah
pencetus Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo. Pada tahun 1970, STA menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia dan
inisiator Konferensi Pertama Bahasa- bahasa Asia tentang "The
Modernization of The Languages in Asia (29 September-1 Oktober 1967)
Sampai akhirnya
hayatnya, ia belum mewujudkan cita-cita terbesarnya, yakni menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar kawasan di
Asia Tenggara. Ia kecewa, Bahasa Indonesia semakin surut perkembangannya.
Padahal, bahasa itu pernah menggetarkan dunia linguistik saat dijadikan bahasa
persatuan untuk penduduk di 13.000 pulau di Nusantara. Ia kecewa, bangsa
Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, sebagian Filipina, dan Indonesia yang
menjadi penutur Bahasa Melayu gagal mengantarkan bahasa itu kembali menjadi
bahasa pengantar kawasan.
Karya-karyanya
Sebagai penulis
-
Tak Putus Dirundung Malang (novel,
1929)
-
Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932)
-
Tebaran Mega (kumpulan sajak, 1935)
-
Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)
-
Layar Terkembang (novel, 1936)
-
Anak Perawan di Sarang Penyamun (novel,
1940)
-
Puisi Lama (bunga rampai, 1941)
-
Puisi Baru (bunga rampai, 1946)
-
Pelangi (bunga rampai, 1946)
-
Pembimbing ke Filsafat (1946)
-
Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957)
-
The Indonesian language and literature
(1962)
-
Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (1966)
-
Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (kumpulan esai, 1969)
-
Grotta Azzura (novel tiga jilid, 1970 & 1971)
-
Values as integrating vorces in
personality, society and culture (1974)
-
The failure of modern linguistics
(1976)
-
Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam
Kesusastraan (kumpulan esai,
1977)
-
Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa
Indonesia dan Bahasa Malaysia
sebagai Bahasa Modern (kumpulan
esai, 1977)
-
Perkembangan Sejarah Kebudayaan
Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai (1977)
-
Lagu Pemacu Ombak (kumpulan sajak, 1978)
-
Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua
Zaman dan Uraian Nyanyian Sunyi (1978)
-
Kalah dan Menang (novel, 1978)
-
Menuju Seni Lukis Lebih Berisi dan
Bertanggung Jawab (1982)
-
Kelakuan Manusia di Tengah-Tengah Alam Semesta (1982)
-
Sociocultural creativity in the
converging and restructuring process of the emerging world (1983)
-
Kebangkitan: Suatu Drama Mitos tentang
Bangkitnya Dunia Baru (drama
bersajak, 1984)
-
Perempuan di Persimpangan Zaman (kumpulan
sajak, 1985)
-
Seni dan Sastra di Tengah-Tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan
(1985)
-
Sajak-Sajak dan Renungan (1987).
Sebagai editor
-
Kreativitas (kumpulan esai, 1984)
-
Dasar-Dasar Kritis
Semesta dan Tanggung Jawab Kita (kumpulan esai, 1984).
Sebagai penerjemah
-
Nelayan di Laut Utara (karya Pierre Loti, 1944)
-
Nikudan Korban Manusia (karya Tadayoshi Sakurai; terjemahan bersama Soebadio
Sastrosatomo, 1944)
Buku tentang Sutan Takdir Alisyahbana
-
Muhammmad Fauzi, S. Takdir Alisjahbana &
Perjuangan Kebudayaan Indonesia
1908-1994 (1999)
-
S. Abdul Karim Mashad Sang Pujangga, 70 Tahun Polemik
Kebudayaan, Menyongsong Satu Abad S. Takdir Alisjahbana (2006)
Penghargaan
-
Tahun 1970 STA menerima Satyalencana
Kebudayaan dari Pemerintah RI.
-
STA adalah pelopor dan tokoh sastrawan
"Pujangga Baru".
-
Doktor Kehormatan dari School For Oriental And African
Studies London 2 Mei 1990
-
DR.HC dari Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar