Untuk mengetahui
pertanyaan-pertanyaan dimasyarakat tentang apa sih sosialisme itu yang
sebenarnya di dalam kehidupan dunia ini, disini penulis akan memberikan suatu
gambaran tentang paham dari sosialisme.
Apakah Sosialisme anti Agama ?
Tidak ... !!!
Sosialisme tidak anti
agama. Agama adalah urusan setiap pribadi dan setiap orang bebas untuk menentukan kepercayaannya,
termasuk untuk tidak percaya pada suatu kepercayaan sekalipun. Sejak kecil kita
sudah diajarkan di sekolah bahwa agama adalah hubungan paling personal antar
individu dengan Tuhannya, karean itu tidak ada orang yang dapat mengatur,
menentukan, dan mengendalikan hubungan itu. Yang tidak diinginkan adalah
keadaan dimana manusia menjadi diperbudak oleh agamanya, manusia menjadi lupa
tentang hidupnya sebagai manusia di bumi, lupa akan permasalahan sosial yang
melanda kehidupannya dan kehidupan sesamanya dan hanya ingat untuk mengejar
surga. Akibatnya seseorang menjadi pasifis, seseorang tidak peduli pada keadaan
sosialnya, masyarakat menajdi semakin mudah dieksploitasi oleh orang-orang yang
berkuasa secara politik dan ekonomi.
Karl marx mengatakan
bahwa agama adalah candu masyarakat, Marx juga mengatakan agama adalah keluhan
para mahluk tertindas. Disinilah hal ini
berlaku, agama menjadi semacam penghiburan bagi masyarakat yang tertindas oleh
sistem menajdi pelarian dan pelampiasan segala beban kehidupan yang dihasilkan
dari penindasan secara ekonomi dan politik. Tetapi candu ini menjadi berbahaya
ketika manusia semakin larut berputar-putar didalamnya, manusia melupakan permasalahan
sebenarnya bahwa masyarakat tertindas oleh sistem dan cenderung terus menerus
berkutat di permasalahan surga neraka.
Dalam beberapa kasus,
masyarakat bukan hanya larut dalam urusan surag-neraka melainkan menjadi
fanatik terhadap agama. Muncul kebencian terhadap kepercayaan lain, bahkan
mewujudkan kebencian itu dalam tindakan nyata. Hal ini semakin menguntungkan
pihak penguasa politik dan ekonomi. Fanatisme bahkan dapat digunakan dengan
sengaja oleh penguasa untuk menciptakan konflik antar kepercayaan. Masyarakat
tertindas semakin larut dalam urusan agama dan tidak lagi peduli pada kehidupan
nyata dan permasalahan-permasalahn sosialnya dan kemudian mereka menjadi
terpecah belah berdasarkan agama. Semakin jauh usaha untuk memperbaiki
kehidupan sosial, apalagi usaha untuk merombak sistem penindas.
Karena itu masyarakat
harus dibangunkan dari tidur panjangnya, setiap orang bebas beragama tetapi
setiap orang juga harus memperjuangkan kehidupan nyatanya yang benar-benar ada
di depan mata saat ini, memperjuangkan kehidupan yang lebih baik dan membongkar
sistem penindasan yang sekarang berkuasa.
Apakah Sosialisme mempunyai Moralitas
Tentu saja !
Agama adalah sumber
standar moralitas yang utama, alat penentu kebaikan dan kebenaran pada
masyarakat kita, baik benar atau salah ditentukan dengan membandingkannya
dengan apa yang dikatakan oleh agama. Apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh agama
, apa yang tertulis dalam buku-buku agama. Tetapi moralitas agama tidak akan
mungkin berlaku benar-benar universal pada kehidupan manusia karena ada
berbagai macam agama dan tiap agama memiliki standar-standar moralitasnya
masing-masing yang walaupun masih ada titik temunya tetap akan terdapat
perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Tidak mungkin dan tidak adil untuk
menilai benar atau salah perbuatan seorang beragama A dengan standar moralitas
agama B. Lebih lagi di masa sekarang, seringkali agama telah digunakan oleh
pihak yang berkuasa sebagai tameng, sebagai pengekang, dan sebagai alat
pemecah-belah untuk melemahkan perjuangan sosial kelas tertindas membuat mereka
terbuai mimpi indah surgawi setelah mati nanti. Orang yang melawan dan berontak
terhadap penguasa dikatakan tidak bermoral dan dianggap tidak sesuai dengan
ajaran agama yang mengajarkan manusia harus selalu bisa menerima keadaan,
menerima takdir dan menganggap kesulitan hidups ebagai cobaan tuhan.
Moral dan tolak ukur
kebaikan dan kebenaran telah ditentukan oleh penguasa. Apa-apa yang dapat
membahayakan penguasa adalah tidak bermoral, jahat dan salah; sementara apa
yang mendukung dan memperkuat posisi penguasa adalah bermoral, baik dan benar.
Standar moral yang gila seperti ini tidak dapat terus menerus digunakan jika
manusia memang ingin melepaskan diri dari lingkaran setan penindasan dan
eksploitasi. Karena itu sosialisme-komunisme meletakan standar moralnya bukan
kepada agama tetapi kepada kemanusiaan itu sendiri. Adalah tidak bermoral untuk
merampas hasil pekerjaan orang lain. Adalah tidak bermoral untuk
mengeksploitasi nafsu konsumerisme orang lain, menindas pemikiran dan
perjuangan, menindas pemikiran dan perjuangan, menggusur tempat hidup dan tempat
mencari nafkah, membunuh orang lain. Adalah tidak bermoral untuk
mendiskriminasikan orang lain berdasarkan jenis kelamin, ras, dan agama. Adalah
tidak bermoral untuk menekan upah buruh seminim mungkin dan memecat mereka demi
mencapai profi tertinggi. Adalah tidak bermoral untuk menempatkan PROFIT di
atas KEMANUSIAAN dan lain-lain. Itu adalah contoh-contoh moralitas dalam
sosialisme. Kita mempunyai moral, yang tampaknya jauh lebih bermoral (bahkan
bertolak belakang) dari standar moral para kapitalis.
Kaum kapitalis adalah
pengguna standar ganda. Mereka menggunakan standar moral yang tinggi sekali
bahkan menggunakan standar moral agama ketika menilai perbuatan manusia pada
umumnya. Karena itu perbuatan menentang penguasa, ide untuk merombak dan
memberontak dari keadaan hidup yang sulit dan melarat mereka anggap sebagai
salah, tidak baik, dan tidak bermoral. Tetapi sementara itu mereka akan
menggunakan standar moral lain lagi ketika segala perbuatan-perbuatan tidak
bermoral mereka mulai bersinggung (penghisapan, penindasan, eksploitasi, dan
berbagai macam hal yang dilakukan oleh kaum kapitalis terhadap kelas pekerja
dan masyarakat melarat). Dalam membela tindakan tidak bermoral yang
dilakukannya, kapitalis menggunakan dalih-dalih semaca ”merampok atau dirampok”,
”makan atau dimakan”, ”hukum alam”, ”yang kuat, yang menang”,
”hidup itu keras”, dan berbagai macam dalih dan alasan lainnya. Tetapi
kita kaum sosialis menjawab.
”Bukanlah akan lebih baik
kalau manusia dapat hidup bersama-sama dalam kesataraan? Mengolah alam ini
bukan untuk profit segelintir orang, melainkan untuk pemenuhan keperluan dan
kebutuhan bersama-sama? Mengambil dari tiap orang sesuai kemampuannya dan
memberikan kepada setiap orang sesuai keperluannya? Bukanlah lebih baik kalau
tidak perlu ada yang merampok dan dirampok? Bukanlah lebih baik kalau dunia ini
diabadikan bukan untuk profit, melainkan untuk kemanusiaan”.
( Kaum Sosialis)
Sosialisme : sama rata sama rasa ?
Salah besar
Umumnya pengertian
orang tentang sosialisme adalah seperti judul dari tulisan ini ”sama rata
sama rasa”. Penegrtian ini dikutuk serendah-rendahnya hingga dari manusia
pada dasarnya memang berbeda-beda, ingin membuat manusia menjadi sama adalah
mengingkari kodratnya, menentang Tuhan, dan segala macam alasan lainnya yang
dilontarkan. Kemudian dilanjutkan pula dengan alasan; bahwa manusia melakukan
usaha yang berbeda-beda dalam hidupnya sehingga hasil yang didapatkannya pun
berbeda.
Tujuan dari tulisan
ini adalah mencoba untuk meninjau kembali aapa yang salah dengan sebuah
cita-cita sama rata sama rasa?. Manusia sejak dilahirkan pada dasarnya memang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya, tidak ada manusia yang benar-benar
serupa. Tetapi hal ini sama sekali tidak menjadi alasan bagi manusia untuk
semakin membeda-bedakannya. Pada kenyataannya saat ini, manusia berbeda bukan
hanya dari apa yang ia dapatkan ketika terlahir di dunia sebagai manusia.
Kehidupan telah semakin memecah-mecahkannya menjadi manusia-manusia dengan
derajat kemanusiaan yang berbeda, hal ini ditentukan oleh keadaan ekonomi dan
politik seseorang. Siapa yang unggul dalam ekonomi atau politik, maka ia akan
mendapatkan status sosial yang baik, dihormati, dan derajat yang tinggi.
Kita dapat saja
mengatakan menurut ini dan menurut itu walaupun tingkat ekonomi dan politik
berbeda-beda, pada dasarnya manusia memiliki derajat yang sama. Tetapi cobalah
lihat dan sadari kenyataannya, tingkat ekonomi manusia telah sama sekali
mengubah manusia yang seharusnya sederajat menjadi manusia yang memiliki
berbagai tingkatan. Dari hubungan yang wajar antara buruh dan majikan kita
sudah dapat melihat, tidak mungkin terdapat kesetaraan di dalam hubungan
tersebut. Walaupun sering kali dikatakan bahwa hubungan yang terjadi antara
buruh dan majikan adalah setara, pada kenyataannnya bagaimanapun majikan tetap
mempunyai hak untuk menentukan upah, hak untuk memecat, hak untuk menentukan
produksi, hak menentukan tingkat keuntungan, hak untuk menutup perusahaan, hak
untuk menentukan jam kerja dan sejuta hak lainnya. Sementara buruh hanya
memiliki kewajiban untuk bekerja menghasilkan profi bagi majikan sementara yang
ia sendiri dapatkan hanya upah untuk dapat terus menyambung hidup. Lebih
terlihat lagi ketika terjadi pelecehan seksual yang dilakukan terhadap kaum
buruh perempuan yang sering terjadi di pabrik-pabrik hingga hari ini. Pemecatan
sewenang-wenang, pemotongan upah, penolakan kenaikan upah, dan lain-lain.
Contoh lain, bagaimana
tidak akan terjadi hubungan yang sederajat antara petani upahan dengan pemilik
tanah. Petani upahan hanya bisa bekerja sebagai buruh tani atau buruh
perkebunan yang mendapatkan upahnya dari hasil memeras keringat, tidak ada
hak-hak apapun pada mereka. Bahkan sering kali terjadi manusia tidak lagi
berharga dan bermartabat karena bahkan untuk bertahan tetap hidup pun sulit.
Banyak kita temukan orang-orang yang harus merendahkan derajat mereka
sedemikian rupa dengan cara mengemis agar dapat bertahan hidup. Keadaan ekonomi
telah membuat manusia-manusia tertentu harus dengan terpaksa menjual anaknya
menjadi buruh pabrik, pekerja seksual, atau pekerja di atas jermal yang
kemudian menerima kekerasaan fisik dan seksual. Karena
keadaan ekonomi juga ada orang-orang yang menggadaikan moralnya untuk menjadi
maling kampung.
Intinya, keadaan
ekonomi menentukan kehidupan seperti apa yang dinikmati seseorang. Semakin
tinggi keadaan ekonominya, maka ia akan memiliki lebih banyak hak-hak yang juga
menentukan kehidupan orang lain. Semakin banyak pula fasilitas yang akan ia
mendapatkan dalam hidup, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, makan,
keamanan, status sosial, dan semua itu pada akhirnya menentukan derajat
seseorang.
Tentang politik, tidak
perlu kita katakan lagi bagaimana status politik seseorang membuatnya memiliki
derajat yang lebih tinggi. Kita dapat melihatnya dalam kehidupan sehari-hari,
dan sesungguhnya ada hubungan erat antara tingkat ekonomi dan status politik
seseorang, terjadi hubungan saling mendukung pada perekonomian. Semakin tinggi
tingkat perekonomian seseorang semakin berpengaruh ia dalam politik (walaupun tidak
secara resmi). Demikian pula sebaliknya, semakin kuat status politik seseorang
akan semakin terbuka lebar akasesnya pada perekonomian.
Kita dapat melihat
ekonomi dan politiklah yang menjadi akar masalah. Karena kedua hal itu
perkataan bahwa manusia sederajat tinggal menjadi omong kosong belaka. Padahal
keadaan ekonomi dan politik adalah ciptaan manusia, bayi manusia yang baru
lahir ke dunia tidak membawa keadaan ekonomi dan politik di tubuhnya. Manusia
yang memacah-mecah diri sendiri menjadi tingkatan-tingkatan yangbberbeda-beda.
Walaupun pada dasarnya manusia berbeda-beda, sekali lagi hal ini bukan menjadi
alasan baginya untuk semakin membeda-bedakan manusia berdasarkan tingkat
ekonomi dan politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar